Jakarta, Aktual.com – Tertundanya pengambilan keputusan RUU Pemilu terhadap lima isu krusial antara DPR RI dengan Pemerintah menjadi perhatian tokoh Rumah Amanat Rakyat (RAR) Ferdhinand Hutaheaen.

Dalam keterangan tertulisnya, Kamis (15/6), penundaan itu disinyalir ada sekenario dan kepentingan besar dari RUU Pemilu yang tengah dibahas dan belum kunjung disahkan tersebut.

“Dari informasi yang didapat dari para Anggota DPR di Pansus RUU Pemilu yang mengarah mangkraknya RUU ini karena adanya kepentingan sangat besar dari penguasa yang memainkan langkah taktisnya untuk menjegal lawan dan berupaya meraih tiket aklamasi di Pilpres 2019,” katanya.

“Meski sedikit licik namun sah dalam sebuah praktek demokrasi meski cara itu akan memberangus demokrasi itu sendiri,” tambahnya.

Menurutnya, upaya tersebut menujukan bahwa sangat berbahayanya ketika kekuasaan bukan berada di tangan penguasa yang tidak demokratis. Peta kekuatan dalam revisi UU Pemilu yakni memuluskan Jokowi kembali menang di Pilpres 2019, sangat terlihat dari langkah yang didorong oleh pemerintah dalam Pansus RUU.

“Pemerintah bersikukuh mengajukan syarat pencalonan Presiden sebesar 20 persen kursi atau 25 persen suara DPR. Sehingga, dengan koalisi yang terbentuk sekarang, maka akan sangat mungkin hanya koalisi Jokowi yang kemungkinan bisa mengajukan calon presiden,” urai Ferdinand

“Hanya mengunci di dua calon presiden, head to head akan terulang dan bangsa kembali akan dihadapkan kepada pilihan yang tak layak pilih. Dengan tidak ada alternatif lain calon pemimpin, dan ini memberangus demokrasi,” sambungnya.

Ditambahkan, Partai Demokrat, Gerindra, PKS dan PAN tampaknya ingin menghidupkan demokrasi yang lebih baik dengan mengajukan syarat pencalonan pilpres pada angka 0 persen.

Dengan syarat tersebut diharapkan akan muncul beberapa calon presiden dan menjadi calon alternatif, niat baik ini sepertinya berusaha keras diganjal oleh penguasa demi kepentingan politiknya mengunci lawan dan kawan.

(Novrizal Sikumbang)

Artikel ini ditulis oleh: