Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menegaskan, Pansus angket Komisi Pemberantasan Korupsi memiliki instrumen melakukan pemanggilan paksa untuk menghadirkan tersangka pemberian keterangan palsu dalam kasus korupsi mega proyek e-KTP Miryam S Harini.
Hal itu menanggapi KPK yang tidak mengizinkan Miryam memenuhi panggilan Pansus untuk klarifikasi atas surat pribadi terkait bantahan adanya oknum dewan, yang mengintervensi saat memberikan kesaksiaanya dalam berita acara pidana.
“Iya dipanggil saja lagi, kan prosedur pemanggilan di dalam MD3 clear, jangan lupa MD3 juga mengandung hukum acara persidangan, persidangan dewan memiliki wibawa hukum dan wibawa politik pada saat yang bersamaan,” kata Fahri di Komplek Parlemen, Senayan, Senin (19/6).
Terlebih, kata dia UU MD3 mengatur hal itu, sehingga ketentuan tentang kewajiban setiap warga negara termasuk warga negara asing yang berada di Indonesia untuk hadir dalam persidangan angket. “Sehingga konsekuensinya apabila itu tidak dilaksanakan jadi saya kira wibawa ini clear dan harus ditegakkan.”
Instrumen panggilan paksa, kata dia, bukan persoalan baru bagi Pansus angket. Sebab, pada Pansus sebelumnya juga pernah menggunakan instrumen tersebut.
“Kita sudah pernah ada kerjasama dengan Mabes Polri waktu kasus century, ada pemanggilan paksa terhadap saksi, saya kira itu bisa dilanjutkan.”
Lebih lanjut, ketika ditanyakan soal kepolisian dilibatkan dalam pemanggilan paksa terhadap Miryam nanti tidak akan menimbulkan percikan ego sektoral, yang memunculkan Cicak dan Buaya kembali, dia mengatakan bahwa hal itu tidak akan terjadi.
“Nggak dong, ini kan pelaksanaan tugas masing-masing, bentrok itu di luar hukum, kalau ada hukumnya bukan bentrok. Itu mengikuti hukum.”
[Novrizal Sikumbang]
Artikel ini ditulis oleh:
Novrizal Sikumbang
Wisnu