Bangunan permanen dan semi permanen kembali berdiri di atas lahan bekas penggusuran di Kampung Aquarium, Jakarta, Rabu (10/5/2017). Warga Pasar Ikan dan Kampung Akuarium terus melawan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. AKTUAL/Munzir

Jakarta, Aktual.com – Usai Perayaan Hari Raya Idul Fitri 1438 H, suasana bekas gusuran Kampung Akuarium , Jalan Pasar Ikan, Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara, Kamis (29/6) tampak sepi. Hanya ada beberapa warga yang terlihat beraktifitas di rumah mereka.

Salah satu warga Kampung Akuarium, Tarmi (53).Dirinya mengaku tradisi lebaran di Kampung Akuarium sebelum digusur tidak jauh dari tradisi pada umumnya, hanya warga lebih gotong-royong.

“Kalau dikampung Akuarium ya, sebelum lebaran bulan puasa ya, biasa Sholat Tarawih bareng-bareng. Kalau sore ngasih makanan ke mushola begitu, Kegiatan biasa. Gotong royong sini mah,” kata Tarmi di Kampung Akuarium, Jakarta Utara, Kamis (29/6).

Akan tetapi, ia mengaku kalau tradisi lebaran pasca penggusuran agak berbeda. Dulu, dirinya dapat mempersiapkan makan dan kue-kue khas lebaran, tapi saat ini tidak bisa dan hanya dapat membuat kue seadanya.

“Kalau dulu khusus. Spesial masak mah. Ya rendang, ayam opor, ya ayam semur, sambel goreng ati kentang, ketupat. Biasa lah kue kue, nastar, segala macem. Bermacam-macam kue kalau, sekarang mah. Kalau sekarang seadanya mbak, namanya kita nggak ada uangnya. Saya aja nggak ada hasilnya dagang ini nggak laku,” ujarnya.

Selain itu, ibu dari empat anak ini menceritakan bahwa sebelum digusur dirinya mendapatkan penghasilan kotor sebesar Rp 3,5 Juta dari hasil berdagang soto didekat Kawasan Kampung Akuarium. Namun, pasca digusur dirinya hanya mendapatkan penghasilan kotor sebesar Rp 200 ribu hingga Rp 250 ribu.

“Dagangnya disitu, di tikungan yang ada gundukan tanah, ada warung kesituan dikit. Saya sebelum, digusur omset saya sehari Rp 3,5 juta dalam satu hari, satu hari aja, jam 5 berangkat jam 12 malem udah habis. Kalau tanggal tua begitu,” paparnya.

Tarmi menyatakan bahwa orang yang terkena gusur merupakan orang yang hidup setengah mati. “orang digusur itu hidup setengah mati, hidup enggak, mati enggak,” ungkapnya.

Senada dengan Tarmi, seorang warga yang masih bertahan, Dharma (41) mengaku kalau lebaran sekarang jumlah warga lebih sedikit dari biasanya.

“Ya pasti beda lah mbk, gimana biarpun gimana tetap beda, apalagi jumlah warganya jelas beda. Dari yang dulu sama yang sekarangkan udah pasti jauh berkurang, suasanya juga pasti beda, yang tadinya punya rumah sekarang jadi gak punya rumahkan gitu,” kata Dharma di Kampung Akuarium, Jakarta Utara, Kamis (29/6).

“Perekonomiannya yang setidaknya sedikit stabil sekarang makin jauh,” tambahnya.

Ia mengatakan bahwa dirinya tidak mau dipindahkan ke rusun yang telah disediakan, sebab rusun yang didapat bukan menjadi hak milik atau membayar uang sewa.

“Tapi saya gak mau, saya pikir rumah saya itu gak, sebanding lah dengan relokasi atau relokasinya juga jauh dan syarat pula, bukan hak milik,” ucapnya.

Sementara itu, Dharma mendapatkan pasokan air untuk kehidupan sehari-harinya, seperti mencuci piring dan mandi dari kampung sebelah. Akan tetapi, ia menjelaskan bahwa air tersebut merupakan air payau. Sehingga, tidak dapat dikonsumsi sebagai air minum.

“Air payau, tapi kalau didiamin beberapa menit berlendir. Ada lendirnya gitu,” jelasnya.
Pewarta : Gespy Kartikawati Amino

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Bawaan Situs