Logo Aliansi Jurnalis Independen (AJI)

Jakarta, Aktual.com – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menyatakan bahwa perusahaan media massa tidak dapat memperlakukan pekerjanya dengan semena-mena. Pernyataan tersebut dilontarkan terkait dengan penutupan beberapa kantor biro Koran Sindo di berbagai daerah yang berbuntut pada pemecatan sepihak ratusan pekerja media oleh Grup Media Nusantara Citra (MNC).

Menurut Bidang Ketenagakerjaan AJI, Joni Aswira, pemecatan tersebut tidak disertai dengan adanya musyawarah antara perusahaan dan pekerjanya. Berdasar informasi yang dihimpun AJI, Joni mengatakan bahwa pihak Koran Sindo yang dibawahi oleh PT Media Nusantara Indonesia (PT MNI), bersikeras untuk memberikan pesangon dengan nominal empat kali dari gaji bulanan.

“Bila PHK tak dapat dihindari, harusnya penyelesaiannya tunduk pada peraturan perundangan, UU No 13 tahun 2003 pada pasal 156 diatur tentang besaran pesangon yang harus diterima sesuai dengan masa kerja,” jelas Joni ketika dihubungi Aktual, Kamis (29/6).

Jika merujuk pada Pasal 156 ayat 2 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, besaran pesangon sendiri ditentukan berdasar lamanya masa kerja. Dalam pasal tersebut, terdapat sembilan kategori masa kerja yang menjadi dasar dalam memberikan pesangon.

“AJI berpendapat, mekanisme PHK yang dialami oleh teman-teman karyawan biro Sindo di sejumlah daerah melabrak peraturan perundang-undangan,” tegas Joni.

Seperti yang diketahui, PT Media Nusantara Informasi (PT MNI) selaku perusahaan Koran Sindo, telah menutup delapan kantor biro yang terdapat di Jawa Tengah, Jawa Barat, DIY Yogyakarta, Jawa Timur, Medan, Palembang, Makassar dan Manado. Berdasar keterangan AJI, masing-masing kantor biro tersebut mempekerjakan sedikitnya 60 orang.

Selain biaya pesangon, Joni juga menyayangkan sikap PT MNI yang cenderung abai terhadap aspirasi pekerjanya. PT MNI, jelasnya, telah menutup pintu musyawarah bipartit antara perusahaan dengan pekerja.

“Padahal, bipartit atau perundingan antara karyawan dengan perusahaan diatur dalam peraturan perundang-undangan,” kata Joni.

“Jadi perusahaan tidak bisa semena-mena mem-PHK karyawan. Mestinya ada kesepakatan dalam penyelesaian PHK,” imbuhnya dengan tegas.

Perundingan mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK) memang wajib dilakukan oleh perusahaan. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 151 UU Ketenagakerjaan.

Oleh karenanya, Joni pun menyerukan para pekerja yang jadi korban PHK oleh manajemen Koran Sindo agar tetap memperjuangkan hak-haknya. Ia mengatakan bahwa para korban ini dapat mengadu kepada LBH Pers guna langkah litigasi.

“Sebelum sampai ke sana, kami berharap, manajemen PT MNI membuka ruang bipartit, untuk mencapai mufakat,” harapnya.

“Sangat disayangkan sekali, PHK massal ini terjadi di saat lebaran, ketika para jurnalis dan pekerja media punya banyak kebutuhan untuk keluarga,” pungkasnya.

Teuku Wildan

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan