Jakarta, Aktual.com – Pengamat Ekonomi Energi UGM, Fahmy Radhi menilai keputusan Pemerintah untuk menurunkan harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) Juni 2017 menjadi USD 43,66, merupakan sikap realistis.
Alasannya tutur Fahmy, berdasarkan data historis, harga minyak dunia cenderung turun, bahkan dengan peningkatan supply minyak USA, diperkirakan harga minyak dunia akan merosot hingga dibawah USD 43 per barel hingga akhir tahun 2017.
“Sebagai negara net importer, penurunan ICP itu menguntungkan bagi ekonomi Indonesia. Memang menurunkan nilai ekspor minyak mentah Indonesia, tetapi sekaligus menurunkan nilai impor BBM, sehingga memperbaiki neraca pembayaran, yang akan menguatkan mata uang rupiah,” ujarnya kepada Aktual.com, Rabu (5/7)
Selain itu lanjutnya, dengan penurunan ICP, Pemerintah sudah memutuskan untuk tidak menaikkan harga BBM, Premium dan Solar. Keputusan ini sangat tepat bagi perekonomian Indonesia, terutama untuk mempertahan tingkat inflasi yang rendah, utamanya menekan kenaikan harga kebutuhan pokok dan transportasi sehingga tidak memberatkan bagi rakyat miskin
“Keputusan tidak menaikkan harga BBM memang merugikan bagi Pertamina, namun Pertamina sesungguhnya pernah memperoleh keuntungan besar pada saat menjual BBM dengan harga di atas harga keekonomian, ketika harga minyak dunia sedang rendah di bawah USD 40 per barel ketika itu. Keuntungan tersebut mestinya bisa dikompensasikan untuk menutup kerugian akibat harga BBM diputuskan tidak naik,” ujarnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Andy Abdul Hamid