Jakarta, Aktual.com – Institute of Development for Economic and Finance (Indef) menyebut kinerja Kementerian Pertanian sejak awal pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) di sektor pertanian sangat mengkhawatirkan.

Pasalnya, di tengah kondisi anggaran sektor pertanian yang sudah tinggi, tapi sayangnya kebijakan impor beras juga makin tinggi. Seharusnya tak sampai seperti itu.

“Jadi itu sebuah kamuflase di Kementan yang kataya mau menyetop impor beras. Sebab yang terjadi, impor beras itu masih cukup besar. Padahal anggaran dan subsidi untuk pertanian terus meningkat,” jelas Direktur Eksekutif INDEF, Enny Sri Hartati, di Jakarta, Senin (10/7).

Kata dia, menurut data Pemberitahuan Impor Barang (PIB) Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan menunjukkan di 2016 saja impor beras mencapai 1,3 juta ton. Dan di tahun ini, di Januari-Mei saja impor berasnya sudah mencapai 94 ribu ton.

“Ini sangat disayangkan. Bentuk kamuflase Kementerian Pertanian yang manipulasi data. Selalu bilangnya impor beras rendah, kita mau swasembada pangan, makanya subsidi pertanian ditingkatkan,” tegas Enny.

Hal yang sama juga terjadi pada komoditas gandum. Kata dia, pemerintah selalu menyuarakan impor distop, tapi yang ada malah impor gandum itu meningkat.

“Jadi kebijakan pemerintah ini lucu. Dengan begitu, Kementan juga menghentikan impor jagung secara mendadak. Akibatnya 483.185 ton jagung impor sempat tertahan di pelabuhan, serta berdampak pada peningkatan harga pakan ternak sekitar 20%,” ujar dia.

Bahkan pihak Kementan juga kerap mebgklaim bahwa stabilitas harga pangan juga tinggi, padahal yang terjadi masih semu. Karena yang terjadi, harga pangan itu justru masih berada di atas harga acuan penjualan konsumen.

“Artinya upaya stabilisasi harga pangan belum mampu memulihkan daya beli masyarakat,” tegas dia.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan