Petani menanam padi di tepi Sungai Batanghari yang surut akibat kemarau di Teluk Kenali, Telanaipura, Jambi, Senin (29/5). Beberapa petani di daerah itu secara turun temurun biasa memanfaatkan musim surutnya air Sungai Batanghari yang umumnya terjadi sekali setahun untuk menanam padi. ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/ama/17.

Jakarta, Aktual.com – Polemik pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebanyak 10 persen terhadap petani tebu akhirnya terjawab. Pihak Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan sudah menganulir kebijakan itu.

Sehingga nantinya, para petani tebu itu tak ada lagi pungutan dalam bentuk apa pun, termasuk dari para pedagang. Kalau pun itu akan dikenai pajak, hanya bagi mereka yang omsetnya mencapai Rp4,8 miliar ke atas per tahun.

“Kebijakan itu tak berlaku bagi petani tebu. Karena petani itu bukan pengusaha kena pajak, karena omset setahunnya di bawah Rp 4,8 miliar per tahun,” kata Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi di Jakarta, Jumat (14/7).

Langkah DJP ini, diklaimnya, agar produksi komoditas dalam negeri bisa meningkat dan mampu bersaing dengan pedagang gula impor.

“Dan bukan hanya gula. Jadi apapun yang omsetnya Rp 4,8 miliar setahun itu tidak kena PPN atau tidak dipungut PPN, baik oleh pedagang maupun oleh siapapun.”

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu