Jakarta, Aktual.co — Masyarakat dan “Abdi Dalem” Keraton Yogyakarta yang mengikuti prosesi Labuhan Gunung Merapi di Bangsal Srimanganti, Desa Umbulharjo, Cangkringan Sleman, Rabu (20/5), berebut mengharap berkah “lorotan” yang dibagikan seusai didoakan Juru Kunci Merapi Mas Kliwon Suraksohargo.

Masyarakat yang mengikuti labuhan dalam rangka Hajat Dalem Kraton Ngayogyakarto ini antusias untuk mendapatkan “lorotan” berupa nasi serundeng dan “suwiran” daging ayam yang sebesar kepalan tangan tersebut serta berbagai rupa bunga yang digunakan dalam prosesi labuhan.

“Saya sengaja mencari lorotan labuhan. Tadi yang saya ambil ada nasi serundeng dan bunga kantil,” kata Sujadi warga Bantul seusai mengikuti upacara labuhan.

Menurut dia, dirinya meyakini lorotan tersebut dapat mendatangkan berkah keselamatan dan memudahkan dalam mencari rezeki.

“Lorotan ini sebagian saya makan dan sebagian lagi saya campur untuk makanan keluarga nanti di rumah,” katanya.

Sujadi yang mengaku telah sepuluh kali mengikuti labuhan Merapi ini percaya dengan memakan “lorotan” akan mendatangkan berkah spiritual dalam bekerja.

“Ada keyakinan bahwa setelah makan ‘lorotan’ ini semangat bekerja jadi meningkat. Selain itu ‘lorotan’ yang dijemur sampai kering dan ditaburkan di sawah juga diharapkan dapat meningkatkan hasil pertanian,” katanya.

Hal sama juga juga disampaikan Mingsri Setyaningsih warga Pleret, Kabupaten Bantul yang mencari ‘lorotan’ untuk mendapatkan berkah.

“Kebetulan adik saya saat ini sedang mengalami masalah dalam proses kelahiran anaknya. Saya sengaja mencari ‘lorotan’ ini untuk adik saya agar diberi kemudahan dalam melahirkan,” katanya.

Ia mengatakan, selain nasi serundeng, dirinya juga mengambil lorotan berupa kembang kantil dan bunga setaman.

“Saya dapat bunga kantil, ini tadi sudah saya makan satu bunganya. Ya harapannya bisa mendapat berkah untuk keluarga saya dan selalu diberi keselamatan,” katanya.

Ratusan abdi dalem dan masyarakat ini mengikuti prosesi upacara adat labuhan dengan berjalan kaki menempuh jarak sekitar dua kilometer atau sekitar dua jam berjalan kaki hingga di Bangsal Srimanganti.

Ikut menyertai ‘uba rampe’ labuhan yakni kembang setaman, nasi tumpeng, ingkung serta serundeng, yang dibagikan kepada setiap pengunjung setelah selesai upacara labuhan.

“Labuhan Gunung Merapi memiliki makna ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat berupa perlindungan keselamatan dan kesejahteraan,” kata Mas Kliwon Suraksohargo.

Selain itu, Labuhan Gunung Merapi ini sekaligus sebagai simbol menjaga keselarasan hidup manusia dengan Tuhan, sesama, dan lingkungan.

“Upacara adat ini dihelat sebagai bagian dari rangkaian pengetan jumenengan dalem Sri Sultan HB X,” katanya.

Sedangkan “Uba rampe” yang dilabuh tersebut meliputi Sinjang Limaran, Sinjang Cangkring, Semekan Gadung, Semekan Gadung Mlati ,Peningset Udaraga, Seswangan, Seloratus Lisah Konyoh, Kembang Setaman, Yotro Tindih, Destar Doromuluk, dan lainya.

“Upacara adat labuhan Merapi tetap digelar dengan sederhana dan tata cara pelaksanaan juga tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya,” katanya.

Upacara adat labuhan alit tahun ini selain dilaksanakan di Gunung Merapi juga di Pantai Parangkusumo, Bantul dan Gunung Lawu, Karanganyar, Jawa Tengah.

Artikel ini ditulis oleh: