Jakarta, Aktual.com – Anggota Komisi I DPR RI, Fayakun Andriadi, masuk daftar cegah pihak Direktorat Jenderal Imigrasi. Nama politikus Partai Golkar itu disodorkan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi supaya dilarang bepergian ke luar negeri.

Selain Fayakun, lembaga antirasuah juga meminta pihak Imigrasi mencegah Erwin S Arif selaku Managing Director PT Rohde & Schwarz.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah, mengungkapkan pencegahan keduanya berkaitan dengan penanganan kasus dugaan suap proyek monitor satelit di Badan Keamanan Laut (Bakamla) untuk tersangka Nofel Hasan.

“Perkembangan kasus suap Bakamla, KPK mencegah dua orang, Fayakun Andriadi dan Erwin S Arif. Pencegahan untuk 6 bulan terhitung sejak akhir Juni 2017,” beber Febri Diansyah, di kantornya, Jakarta, Selasa (18/7).

Bukan tanpa sebab mengapa penyidik KPK meminta Imigrasi mencegah Fayakun dan Erwin. Alasan normatifnya, agar penyidik bisa dengan leluasa untuk memanggil dua orang itu dalam penyidikan kasus Bakamla.

“Pencegahan dilakukan saat penyidikan, penyelidikan dan penuntutan, lantaran penyidik membutuhkan keterangan dua orang itu sebagai saksi dalam kasus yang sedang berjalan,” terang Febri.

Diketahui, berdasarkan fakta persidangan kasus suap Bakamla untuk terdakwa Fahmi Darmawansyah, nama Fayakun disebut sebagai salah satu penerima uang dari Ali Fahmi alias Fahmi Habsy.

Uang yang diberikan Ali Fahmi ke Fayakun bersumber dari Fahmi Darmawansyah. Ada uang Rp24 miliar yang mengalir ke DPR, salah satunya ke Fayakun, Eva Kusuma Sundari dan Bertus Merla.

Menurut Fahmi Darmawansyah, uang itu diberikan ke Ali Fahmi untuk mengurus anggaran proyek monitor satelit Bakamla supaya disetujui oleh DPR.

Pihak KPK pun sudah mengantongi bukti komunikasi antara Fayakun dengan Erwin. PT Rohde & Schwarz diketahui menjadi salah satu penyedia barang proyek monitor satelit Bakamla.

 

Laporan Mochammad Zhacky Kusumo

Artikel ini ditulis oleh: