Kepada wartawan Yusril menyatakan, Penerapan Pasal 158 UU Pilkada di Aceh dinilai menyebabkan kliennya Muzakir Manaf-TA Khalid dirugikan, menurutnya di Aceh seharusnya berlaku pasal khusus yang mengatur pilkada di Aceh, yaitu pasal 74 UU Aceh, bukan pasal 158 UU Pilkada. Untuk itu, ia berencana akan mengajukan keberatan ke MK. AKTUAL/Munzir

Jakarta, Aktual.com – Yusril Ihza Mahendra selaku kuasa hukum Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), menilai bahwa Perppu Nomor 2 Tahun 2017 (Perppu Ormas) berpotensi membahayakan demokrasi, sehingga patut diujikan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

“Saya berpendapat bahwa memang ketentuan dalam Perppu Nomor 2 Tahun 2017 ini dapat membahayakan perkembangan demokrasi kita,” ujar Yusril di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (18/7).

Yusril mengatakan hal itu setelah mendaftarkan pengujian Perppu Ormas tersebut di Mahkamah Konstitusi, selaku kuasa hukum HTI.

“Ada ketentuan terkait ancaman pidana seumur hidup, karena bertentangan dengan Pancasila,” kata Yusril.

Lebih lanjut Yusril mengatakan pihaknya menggugat aturan dalam Perppu Ormas di MK dengan dalil membela demokrasi, kebebasan, dan hak-hak berserikat.

Dalam kesempatan yang berbeda, mantan Hakim Konstitusi Harjono menilai bahwa langkah Pemerintah dalam menerbitan Perppu Ormas sudah cukup baik.

“Demokrasi dan kebebasan berserikat sudah diatur di dalam Undang Undang Dasar 1945,” ujar Harjono ketika dihubungi di Jakarta, Selasa.

Menurut Harjono, kebebasan dan hak asasi manusia dalam demokrasi memang dijamin oleh undang undang.

“Namun dalam Pasal 28 UUD 1945 ada kebebasan juga ada pembatasan terkait dengan eksistensi negara bukan Pemerintah,” ujar Harjono.

Eksistensi negara dikatakan oleh Harjono meliputi dasar negara yaitu Pancasila.

Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2017, perubahan atas UU No. 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas).

Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 ini dinilai tidak lagi memadai dalam mencegah meluasnya ideologi yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.

Alasan dikeluarkannya Perppu tersebut juga karena tidak adanya asas hukum “contrario actus” dalam Undang-Undang Ormas, yang mana kementerian pemberi izin ormas (Kemenkumham), kemudian juga memiliki kewenangan untuk mencabut atau membatalkannya.

Selain itu, dalam UU Ormas pengertian ajaran dan tindakan bertentangan Pancasila dirumuskan secara sempit dan terbatas pada atheisme, komunisme, marxisme dan Leninisme. Padahal sejarah di Indonesia membuktikan ajaran-ajaran lain juga bisa menggantikan atau bertentangan dengan Pancasila.

Oleh karena itu, pemerintah kemudian menerbitkan Perppu Ormas.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh: