Kementerian ESDM

Jakarta, Aktual.com- Pemerintah mengklaim telah memberi insentif yang memadai untuk mendorong industri hulu migas yang beberapa tahun belakangan ini mengalami kontraksi akibat anjloknya harga minyak dunia.

Berdasarkan rilis Kementerian ESDM yang diterima Aktual.com pada Kamis (20/7) menyebutkan, salah satu upaya pemerintah meringankan beban KKKS melalui revisi PP No 79 Tahun 2010 menjadi PP 27 Tahun 2017 tentang Biaya Operasi yang dapat dikembalikan dan Perlakuan PPh di bidang usaha migas.

Diantara yang dianggap paling penting dari perubahan itu terdapat 7 insentif yang diharapkan mendorong hulu migas semakin ekonomis. Berikut 7 insentif yang dimaksud:

1.Insentif perpajakan (periode eksplorasi dan eksploitasi migas), antara lain:

a. bea masuk (dibebaskan), PPN, PPnBM, PPh22 impor (tidak dipungut) dan PBB (pengurangan 100%). Khusus untuk periode eksploitasi diberikan berdasarkan pertimbangan keekonomian.

b.Cost atas sharing facilities dikecualikan dari PPh dan tidak dipungut PPN.

c.First Tranche Petroleum (FTP) juga tidak kena pajak.

d.Pengeluaran alokasi biaya tidak langsung kantor pusat bukan menjadi objek PPh dan PPN.

2.Prinsip field basis menjadi block basis. Artinya biaya operasi dari suatu field (lapangan) migas bisa di-reimburst (cost recovery) dari lapangan migas lainnya yang sudah berproduksi, selama masih dalam satu block.

3.Depresiasi dapat dipercepat, agar keekonomian investor membaik.

4.Kepastian penerapan bagi hasil dinamis (sliding scale split). Misal, jika harga minyak sangat tinggi, Pemerintah akan mendapatkan tambahan bagi hasil. Sebaliknya jika harga minyak rendah, Kontraktor yang akan mendapatkan tambahan bagi hasil. Jadi lebih fair.

5.DMO holiday. Biasanya kontraktor wajib menjual minyak bagiannya kepada negara dengan harga 10% dari harga minyak. Tetapi dengan DMO holiday, harga minyak yang dijual kepada negara bisa tetap 100%, jadi pasti lebih menarik bagi kontraktor.

6.Kepastian investment credit. Kontraktor akan mendapat tambahan pengembalian biaya modal untuk pengembangan lapangan migas.

7.Kepastian atas biaya apa saja yang bisa di cost recovery dan tidak boleh di cost recovery. Misalnya, biaya pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat (CSR) pada masa eksplorasi dan eksploitasi boleh di cost recovery.
Pewarta : Dadangsah Dapunta

Artikel ini ditulis oleh:

Bawaan Situs