Jakarta, Aktual.com – Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merasa ada hal-hal yang tidak diuraikan oleh majelis hakim saat membacakan amar putusan untuk dua terdakwa kasus e-KTP, Irman dan Sugiharto.
Menurut jaksa KPK, Irene Putri, majelis tidak menjabarkan soal proses pengaturan dalam pembahasan anggaran proyek e-KTP di DPR RI. Padahal, dalam putusannya majelis menyatakan bahwa korupsi proyek senilai Rp 5,9 triliun itu sudah terjadi saat proses pembahasan.
“Ada fakta-fakta yang menurut kami kalau misalnya hakim sudah meyakini (korupsi proyek e-KTP) sejak proses penganggaran, maka seharusnya ada fakta-fakta yang kemudian juga (diuraikan) sebagaimana tuntutan kami. (Dalam tuntutan) kami uraikan fakta-fakta korupsi dan kolusinya sejak proses penganggaran. Itu yang menurut kami belum diuraikan (oleh hakim),” papar jaksa Irene, usai sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (20/7).
Meski begitu, jaksa KPK tetap mengambil sisi positif atas putusan majelis. Dimana majelis sepakat dengan analisa jaksa bahwa ‘pengaturan’ proyek e-KTP sudah terjadi ketika proses pembahasan anggaran di DPR, juga mengenai pihak-pihak yang diuntungkan dari korupsi tersebut.
“Pertama, proses adanya korupsi, kolusi sejak proses penganggaran itu satu. Kedua, dari pertimbangannya majelis hakim menyampaikan bahwa selain orang-orang yang didakwakan bersama-sama, hakim juga menyatakan bahwa ada pihak-pihak lain yang berperan mewujudkan tindakan korupsi sejak penganggaran itu,” jelas jaksa Irene.
Seperti diketahui, Irman dan Sugiharto dinyatakan bersalah melakukan korupsi dalam proyek e-KTP. Korupsi tersebut membuat beberapa pihak diuntungkan, termasuk Irman dan Sugiharto, anggota DPR 2009-2014 dan perusahaan yang mengerjakan proyek e-KTP. Bahkan, berimbas pada kerugian keuangan negara.
Dalam putusannya, majelis menyatakan bahwa anggota DPR 2009-2014 yang diuntungkan dari tindakan korupsi Irman dan Sugiharto, yakni Miryam S Haryani, Markus Nari dan Ade Komarudin.
(Zhacky)
Artikel ini ditulis oleh:
Eka