Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengikuti rapat kerja bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (12/4). Rapat tersebut membahas berbagai persoalan terkait penanganan tindak pidana yang dilakukan Kejaksaan termasuk penanganan tindak pidana Pemilu yang terjadi pada saat Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2017. AKTUAL/Tino Oktaviano
Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengikuti rapat kerja bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (12/4). Rapat tersebut membahas berbagai persoalan terkait penanganan tindak pidana yang dilakukan Kejaksaan termasuk penanganan tindak pidana Pemilu yang terjadi pada saat Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2017. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Susanto Miko Ginting, menyatakan sebaiknya Jaksa Agung, HM Prasetyo menerima kenyataan jika memang institusi yang dibawahinya memiliki masalah besar.

Miko menyatakan HM Prasetyo terlalu resisten terhadap penangkapan Kepala kejaksaan Negeri (Kejari) Pamekasan, pada Rabu (2/8).

“Jadi saya kira tidak perlu resisten, justru apa yang terjadi di Pamekasan ini harusnya direspon dengan untuk mendorong percepatan reformasi kejaksaan,” ucap di Miko di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jakarta Selatan, Jum’at (4/8).

Sebelumnya, Prasetyo sempat menyatakan bahwa penangkapan Kejari Pamekasan, Rudi Indra Prasetya, tidaklah merepresentasikan institusi Kejaksaan Agung karena dilakukan oleh oknum jaksa. Padahal, menurut Miko, klaim tersebut berbanding terbalik dengan data yang ada.

Selama kepemimpinan Prasetyo, lanjut Miko, seidaknya tercatar lima jaksa yang ditangkap KPK dan dua jaksa yang ditangkap Saber Pungli.

“Sebagai pertanggung jawaban ya harusnya malu ya, dia harus mundur dari jabatannya. Kalau tidak mundur ya artinya tidak tahu malu, Presiden harusnya mengevaluasi kinerjanya,” tegasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby