Depok, Aktual.com – Panitia Khusus Hak Angket DPR RI tentang Tugas dan Wewenang KPK akan mempertanyakan “rumah penyekapan” yang digunakan KPK untuk menempatkan saksi kunci dugaan suap Akil Muchtar, Nico Panji Tirtayasa.
“Kunjungan Pansus Angket ke lokasi rumah penyekapan ini membenarkan pernyataan Niko di Rapat Pansus beberapa waktu lalu. Sebagai tindak lanjut, Pansus akan mempertanyakan kepada Pimpinan KPK terkait rumah penyekapan yang digunakan,” kata Wakil Ketua Pansus Taufiqulhadi saat mengunjungi lokasi rumah penyekapan di daerah Cipayung, Depok, Jumat (11/8).
Dia menjelaskan tujuan kunjungan Pansus sebenarnya ingin mengetahui kebenaran informasi yang pernah disampaikan Niko kepada Pansus dan ternyata informasi tersebut benar.
Taufiqulhadi menyayangkan mengapa KPK bertindak diluar tugas yang diatur UU yaitu institusi itu tidak selayaknya memiliki “safe house” karena untuk mengamankan saksi menjadi kewenangan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
“Karena itu timbul pertanyaan apakah diamankan untuk mengamankan fisik seorang saksi atau mencuci otak,” ujarnya.
Politisi Partai Nasdem itu menilai KPK melanggar hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) karena menempatkan seorang saksi tanpa diperbolehkan berinteraksi dengan masyarakat sekitar.
Berdasarkan pantauan, lokasi “rumah penyekapan” itu bercat kuning kusam dengan gerbang pagar besi tinggi bercat hitam dan sebagian temboknya dicat ungu muda. Lokasinya berada di RT 3 RW 3, Kampung Benda, Cipayung, Depok, Jawa Barat.
Di dalam rumah tersebut terdapat tiga kamar tidur, dua kamar mandi, dan sebuah dapur dengan ventilasi udara yang minim.
Pemilik warung makan yang berada di depan “rumah sekap” itu, Nanang (50) mengungkapkan rumah itu merupakan milik Yusman yang saat ini tinggal di Lenteng Agung Jakarta Selatan.
Nanang mengaku bahwa rumah tersebut sudah tiga tahun kosong dan pemiliknya sepekan sekali mengunjungi rumah tersebut untuk bersih-bersih.
“Sepekan lalu pemilik rumah menitipkan kunci ke saya, siapa tahu ada yang mau mengontrak dan melihat rumah,” ujarnya.
Menurut Nanang, sang pemilik mengontrakkan rumahnya seharga Rp2,5 juta perbulan atau Rp25 juta setahun. Nanang mengaku tidak tahu kalau rumah tersebut pernah disewa oleh KPK.
ANT
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Arbie Marwan