Jakarta, Aktual.com – Research Analyst dari FXTM, Lukman Otunuga menyatakan pertumbuhan kredit Indonesia menjadi fokus utama dari para pelaku pasar untuk mengetahui bagaimana indikator sejumlah aktivitas perekonomian nasional.
“Perhatian investor akan tertuju pada rilis data pertumbuhan kredit Indonesia di hari Jumat yang dapat memberi gambaran tentang perubahan total kredit dan sewa sepanjang bulan Juni,” kata Lukman Otunuga dalam keterangan tertulis, Sabtu (12/8).
Menurut dia, peningkatan pertumbuhan kredit adalah indikasi bahwa perekonomian Indonesia mungkin mengalami akselerasi dengan laju yang lebih cepat tahun ini.
Ia berpendapat bahwa Indeks Harga Saham Gabungan dan nilai mata uang rupiah dapat semakin menguat apabila pertumbuhan kredit melampaui ekspektasi pasar di bulan Juni.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo masih meyakini pertumbuhan kredit tahun ini bisa sesuai target sebesar 10-12 persen (year on year/yoy) kendati hingga Juni 2017 pertumbuhan kredit terus melambat dan masih berkutat di satu digit.
Menurut Agus di Jakarta, Jumat (4/8), perbaikan harga komoditas dan pulihnya permintaan kredit dari korporasi di semester kedua tahun ini, akan mendongkrak penyaluran kredit perbankan.
“Kalau lihat setahun kami perkirakan harga komoditas andalan Indonesia akan membaik, maka dalam banyak hal akan membantu ekonomi Indonesia,” ujar dia.
Agus mengatakan korporasi juga sedang menyelesaikan konsolidasi internalnya untuk dapat memacu bisnis. Di triwulan II 2017, kata Agus, banyak korporasi yang lebih memilih efisiensi, sebelum gencar untuk ekspansi dengan mengajukan kredit ke perbankan.
Di sisi lain, kata Agus, perbankan juga terlihat enggan terlalu gencar menyalurkan kredit. Pasalnya perbankan ingin menjaga rasio kredit bermasalah (NPL) agar tidak memburuk. Perbankan juga menunggu kebijakan Otoritas Jasa Keuangan terkait ketentuan relaksasi restrukturisasi kredit yang akan habis masa berlakunya pada akhir Agustus 2017 ini.
“Perbankan sendiri sedang konsolidasi persiapkan kalau seandainya nanti OJK misalnya tidak melanjutkan relaksasi yang diberikan sejak setahun lalu,” ujarnya.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh: