Para petugas Perusahaan Gas Negara (PGN) melakukan perawatan rutin dan pengecatan terhadap pipa gas yang melintasi Kanal Banjir Barat (KBB) di wilayah Karet Bivak, Jakarta, Kamis (11/8/2016). PGN menargetkan satu juta sambungan distribusi gas rumah tangga yang dimulai pada tahun ini.

Jakarta, Aktual.com – Indonesian Resources Studies (IRESS) mempertanyakan motif sesungguhnya dibalik keputusan Menteri ESDM, Ignasius Jonan yang memberikan ‘durian runtuh’ kepada ConocoPhillips Indonesia (COPI) dengan cara menaikkan harga jual gas COPI dari lapangan Grissik untuk wilayah Batam, Kepulau Riau kepada PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk.

Di sisi lain PT PGN tidak diperbolehkan untuk menaikkan harga gas ke konsumen seperti ke PLN dan industri lainnya, karena tentu jika harga ke konsumen dinaikkan oleh Jonan, dia akan melanggar Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 yang meminta harga gas ke konsumen harus diturunkan supaya industri tetap dapat berproduksi secara ekonomis.

Memang idealnya untuk menurunkan harga gas di hilir tentunya harga di hulu juga turut diturunkan, namun anehnya harga di hulu dinaikan saat bersamaan harga di hilir ditekan, akibatnya ditaksir PGN mengalami kerugian hingga Rp 120 miliar per tahun, sedangkan COPI tentunya mendapat untung yang signifikan.

“Jangan mendukung apa yang dilakukan oleh Jonan. Jonan itu membiarkan asing untuk menjual bagi hasil di hulu itu dinaikkan. Memang pendapatan negara meningkat, tapi asingnya mendapat durian runtuh itu yang gas Conocophillip dan dipaksa PGN tidak boleh menaikkan harga,” kata Direktur Iress, Marwan Batubara di Jakarta, ditulis Minggu (20/8).

Kebijakan Jonan yang merugikan PGN dengan notabene sebagai BUMN, lalu memilih untuk menguntungkan perusahaan asing, menyebabkan keprihatinan bagi Marwan, bagaimana tidak? Selama ini PT PGN sebagai BUMN menjadi tumpuan untuk membangun infrastruktur gas. Melalui kuasa pemerintah, perusahaan itu ditugaskan membangun jaringan gas untuk mendukung program pemerintah.

Namun pada saat pembicaraan harga, pemerintah malah memaksa PGN agar merubah kontrak yang telah disepakati secara B to B jauh hari sebelumnya hanya untuk memberikan keuntungan yang lebih baik pada Conocophillip. Yang lebih mengherankan, tidak ada alasan logis yang mengharuskan harga itu dinaikkan, karena pada faktanya Conocophillip tidak melakukan pengembangan lapangan.

“PGN dibuat rugi demi Conocophillips, sementara PGN itu membangun jaringan transmisi dan jaringan distribusi, kalau gini (harga beli dinaikkan) dari mana PGN dapat uang dan bagaimana dia mengembangkan jaringan gas ke depan? Kalau dia tidak dikasih kesempatan justru yang dikasih kesempatan Conocophillip. Nah ini Jonan bekerja untuk siapa ini Jonan?” Pungkas Marwan.

Melalui surat bernomor 5882/12/MEM.M/2017 tentang penetapan harga jual gas bumi dari ConocoPhillips Grissik ke PGN, Jonan menetapkan harga jual COPI ke PGN naik USD 0,9 per MMBTU. Dari harga awal USD 2,6 per MMBTU menjadi USD 3,5 per MMBTU. Sedangkan harga jual PGN ke konsumen seperti PLN dan Industri tidak diperkenankan naik, sehingga harganya tetap USD 5,6 per MMBTU.

Munculnya hasrat menaikan harga ini sendiri terkesan lahir dari rasa iri yang dimiliki COPI kepada PGN atas margin yang didapat PGN. Belakang COPI berupaya negosiasi dan mendesak agar terjadi perubahan harga, namun negosiasi yang dijalankan melalui proses Business to Business (B to B) dengan PGN mengalami kebutuhan.

Tak hilang akal, disinyalir COPI melakukan lobi ke pemerintah hingga dengan kewenangannya pemerintah memaksa PGN membeli gas COPI dengan harga yang lebih mahal. Pemerintah merelakan BUMN mengeluarkan kocek lebih untuk dibayar ke COPI.

“Pertama, COPI mengatakan PGN menjual kepada konsumen harganya USD 5,6. Sementara harga hulunya (COPI) USD 2,6. Jadi ada selisih harga, dimana kata COPI ada selisih harga yang lebih besar yang didapatkan PGN. PGN bilang harga yang dijual COPI itu sudah memenuhi unsur keekonomian karena tidak ada pengembangan lapangan baru. Kita melihat ada perlu adjustment agar dua-duanya merasa berkeadilan,” jelas Wakil Menteri ESDM, Arcandra Tahar, ditulis Rabu (16/8).

“Kita minta mereka berdiskusi, silakan berdiskusi apa keuntungan masing-masing cukup atau tidak. Dalam diskusi B to B tidak tercapai kesepakatan. Akhirnya pak Menteri, karena kewenangan menentukan harga itu ada di Menteri. Jadi diputuskan naik harganya USD 0,9. Ini berlaku sampai 2019 sampai kontrak berakhir,” jelasnya.

Untuk diingat, terbitnya surat bernomor 5882/12/MEM.M/2017 yang menaikkan harga gas COPI dilakukan sepulang Menteri Jonan berkunjung ke Amerika Serikat dan bertemu dengan Ryan Lance (CEO ConocoPhillips).

(Reporter: Dadangsah)

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Eka