Ketua KPK Agus Rahardjo (kanan) bersama Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif (kedua kiri) menyaksikan petugas KPK menunjukkan barang bukti uang saat konferensi pers operasi tangkap tangan (OTT) pejabat Bakamla di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (15/12/2016). KPK melakukan operasi tangkap tangan kepada tiga tersangka yakni dua pegawai PT. Melati Techonofo Indonesia Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus serta Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi dengan menyita uang pecahan dolar AS dan dolar Singapura senilai Rp2 miliar. AKTUAL/Munzir

Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menilai bahwa operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK selama ini sebagai tindakan ilegal.

Lantaran dasar OTT yang merupakan hasil sadapan percakapan hanya diatur dalam standar operasional prosedur (SOP) yang sifatnya untuk internal anti rasuah.

“KPK menggunakan pasal di dalam UU KPK tentang adanya hak menyadap dengan cara membuat SOP intern KPK, tata cara penyadapan. Gitu lho. Padahal SOP itu dimana-mana dia tidak boleh mengatur hidup orang di luar, dia hanya mengatur hak orang di dalam,” kata Fahri di Komplek Parlemen, Senayan, Selasa (22/8).

Karena, sambung dia, dalam penyadapan itu mengatur hak orang di luar, siapa boleh disadap, kapan dia boleh disadap, apa bukti awal yang menyebabkan dia harus di sadap, berapa lama seseorang boleh di sadap, waktu ditampilkan di pengadilan, apa yang boleh ditampilkan, siapa yang ngedit dan seterusnya.

“Dan oleh KPK itu tidak ada, dia bikinlah SOP itu,” tambahnya.

Ia juga menegaskan bahwa SOP yang dibuat KPK bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalka. Pasal 31 ayat D UU ITE dengan pertimbangan, penyadapan adalah pelanggaran HAM, oleh sebab itu tidak boleh diatur dengan ketentuan yang di bawah UU.

“Maka yang mungkin mengatur penyadapan ada dua, Perppu dan UU, UU lama pikiran saya pemerintah akan membikin Perppu, tapi ‎lalu Perppu tidak di lbuat, maka berlandas kepada keputusan MK itu, tidak ada lagi dasar bagi penyadapan,” ujarnya.

“Sekarang, bagaimana sikap KPK? Sikap KPK bukannya tunduk kepada KUHAP, karena ketentuan penyadapan itu ada juga di dalam KUHAP, yaitu terkait izin pengadilan,” papar politikus PKS itu.

“Nah sekrang pertanyaannya adalah apakah SOP ini boleh, kalau menurut MK tidak boleh, karena dia harus selevel UU, aturan penyadapan itu,” pungkas dia.

(Reporter: Novrizal)

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang
Eka