Jakarta, Aktual.com – Penyerahan sertifikat tanah dua pulau reklamasi, yaitu Pulau C dan D oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dianggap menjadi preseden buruk dalam praktik hukum di tanah air.
Pasalnya, pengembang kedua pulau ini masih membenahi proses izin lingkungan untuk melegalkan reklamasi dan pembangunan bangunan di atasnya.
Hal ini diungkapkan oleh Ketua DPP Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Marthin Hadiwinata di Jakarta, Rabu (23/8).
“Cacat prosedur dan substansi. Kalau substansi secara hukum, mereka enggak bisa mengeluarkan itu karena dasar hukum untuk mengeluarkan itu (sertifikat tanah Pulau C dan D) belum ada, yaitu rencana tata ruang strategis Pantura,” ungkap Marthin ketika dihubungi Aktual melalui telepon.
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menganulir pelaksanaan empat pulau reklamasi, termasuk Pulau C dan D, melalui Surat Keputusan (SK) Menteri LHK Nomor 354, 355 dan 356.
Diterbitkan pada 10 Maret tahun lalu, SK tersebut menyatakan PT Kapuk Naga Indah (KNI) sebagai pengembang reklamasi Pulau C dan D harus memperbaharui analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) kedua pulau tersebut.
Setali tiga uang, Marthin pun beranggapan jika permasalahan izin lingkungan kedua pulau reklamasi tersebut belumlah tuntas sepenuhnya. Menurutnya, masih terdapat beberapa perdebatan dalam permasalahan izin lingkungan Pulau C dan D, salah satunya adalah Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 206 Tahun 2016 tentang Panduan Rancang Kota Pulau C, D dan E.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby