Jakarta, Aktual.com – Kasus suap yang menjerat Direktur Jenderal Perhubungan Laut (Dirjen Hubla) Kementerian Perhubungan Antonius Tonny Budiono, diduga melibatkan banyak pihak. Nominal suap yang mencapai Rp20 miliar disebut-sebut terlampau besar untuk dibagikan kepada satu orang saja.
Direktur Center for Budget Analisis (CBA), Uchok Sky Khadafi menyatakan, sangat terbuka kemungkinan jumlah tersebut dibagikan kepada beberapa pejabat Kemenhub sekaligus melalui Tonny.
“KPK harus memperluas penyidikan ini, jangan cuma fokus ke Dirjen Hubla, tapi bisa ke atas, bisa ke bawah atau ke samping,” ungkap Uchok ketika dihubungi Aktual.com di Jakarta, Sabtu (26/8).
Seperti yang diketahui, Tonny terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di kantor Kemenhub, Jakarta, Rabu (23/8) lalu. Tonny diduga menerima suap sogokan dari Komisaris PT Adhi Guna Keruktama (AGK) Adiputra Kurniawan, terkait proyek pengerukan Pelabuhan Tanjung Emas di Semarang, Jawa Tengah.
KPK berhasil mengamankan 33 tas berisi uang dengan sejumlah jenis mata uang dengan total Rp18,9 miliar. Selain itu, KPK mengamankan empat kartu ATM yang salah satunya tersisa saldo Rp1,174 miliar. Keseluruhan uang itu diduga sebagai uang sogokan yang diterima Tonny.
Menurut Uchok, kasus OTT ini membuktikan bahwa proyek-proyek yang digarap oleh Kemenhub masih rentan akan intervensi dalam bentuk suap dari pihak ketiga. Padahal, kementerian yang dipimpin oleh Budi Karya ini juga memegang proyek utama yang digaungkan oleh pemerintah Joko Widodo, yaitu tol laut.
“Jadi duit ini bukan untuk amal atau anak yatim piatu, enggak mungkin lah,” selorohnya.
Kasus suap yang menjerat Tony dan diduga Uchok melibatkan beberapa pejabat yang ada di Kemenhub ini pun menjadi pukulan telak bagi Menteri Perhubungan, Budi Karya.
Uchok menilai jika masalah ini seharusnya membuat Budi Karya merasa malu. Paling tidak, lanjutnya, Budi Karya harus mengundurkan diri karena telah gagal menjaga kebersihan lembaganya.
“Kalau di Jepang ini menterinya pasti harakiri atau paling tidak mundur lah. Itu adalah kelakuan yang arif dan bijaksana karena (suap) memalukan,” jelasnya.
“Kalau di Indonesia ini kemaluan (pejabat) kecil,” tutup Uchok.
Laporan Teuku Wildan
Artikel ini ditulis oleh: