Penyidik Bareskrim Mabes Polri menggeledah kantor Pertamina Foundation terkait kasus korupsi dana corporate social responsibility (CSR) Pertamina sepanjang 2012-2014 di kawasan Simprug, Jakarta, Selasa (1/9). Bareskrim Mabes Polri mengusut kasus dugaan korupsi "Menabung 100 Juta Pohon" proyek tahun 2011-2015 dengan kerugian negara dalam korupsi ini sebesar Rp126 miliar dari total nilai proyek Rp256 miliar. ANTARA FOTO/Reno Esnir/foc/15.

Jakarta, Aktual.com – Penyidik Bareskrim Polri menggeledah kediaman mantan Senior Vice President (SVP) Asset Management PT Pertamina (Persero), Gathot Harsono. Penggeledahan tersebut merupakan kelanjutan kasus dugaan korupsi penjualan aset Pertamina.

“Iya (ada penggeledahan),” kata Kasubdit V Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bareskrim Polri Kombes Indarto, Jakarta, Selasa (29/8).

Adapun penyidik menggeledah salah satu rumah milik Gathot yang berada di bilangan Slipi, Jakarta Barat. Hingga saat ini penggeledahan tersebut masih terus berlangsung.

“Masih berlangsung penggeledahannya,” ujar dia.

Lebih lanjut, Indarto menjelaskan penggeledahan juga bertujuan untuk menemukan jejak tersangka yang saat ini masih dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).

“Tujuan utama mencari Gathot yang DPO,” singkatnya.

Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri menetapkan Senior Vice President (SVP) Asset Management PT Pertamina, Gathot Harsono sebagai tersangka dalam dugaan korupsi penjualan aset Pertamina tahun 2011.

Penetapan tersebut melalui mekanisme gelar perkara pada 15 Juni 2017. Selain itu, penyidik telah memperoleh hasil perhitungan sementara kerugian negara Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Aset yang dijual Pertamina yaitu tanah seluas 1.088 meter persegi di kawasan Simprug, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Terkait barang bukti berupa benda tak bergerak tersebut saat ini telah disita polisi.

Kemudian, penyidik juga sudah menyita sejumlah barang bukti lainnya. Salah satunya surat berharga berupa dokumen penjualan tanah ketika melakukan penggeledahan di kantor Pertamina.

Berdasarkan penelusuran, penjualan aset tanah milik perusahaan pelat merah tersebut dilakukan pada 12 Oktober 2011. Pertamina yang ketika itu dipimpin Karen Agustiawan menjualnya kepada Mayjen TNI (Purn) Haposan Silalahi senilai Rp1,16 miliar.

Padahal harga NJOP tanah saat itu sebesar Rp9,65 miliar. Namun berselang 2,5 bulan kemudian, atau pada 27 Desember 2011 Haposan menjual kepada pihak ketiga yaitu Lydia Swandajani Setiawati seharga Rp10,49 miliar. Dalam laporan hasil audit BPK, jumlah kerugian negara kasus ini mencapai 40,9 miliar.

Sebelumnya, penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi memeriksa dua saksi penting kasus ini yaitu mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina, Karen Agustiawan, dan eks Direktur Umum Pertamina yang juga bekas pimpinan KPK, Waluyo.

Keduanya digarap polisi, Selasa 25 Juli pekan lalu. Pemeriksaan dalam rangka menelisik serta mendalami adanya dugaan keterlibatan petinggi Pertamina kala itu, setelah penyidik menetapkan bekas anak buah Karen dan Waluyo tersangka.

Fadlan Syiam Butho

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan