PT Freeport Indonesia

Jakarta, Aktual.com – Semenjak diberlakukan Peraturan Pemerintah (PP) No. 1/2017 Perubahan Keempat PP No. 23/2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara dan aturan turunannya diklaim telah membuat posisi Indonesia semakin berdaulat atas Perusahaan Freeport.

Hal ini menurut Menterian ESDM, Ignasius Jonan dapat ditunjuk melalui hasil Perundingan antara Pemerintah Indonesia dengan PT Freeport Indonesia (FI) yang dirasa memuaskan bagi pemerintah. Artinya pemerintah Jonan menegaskan bahwa PP 1 Tahun 2017 sangat sinkron dengan UU no 4 tahun 2009.

“Kedudukan Undang-Undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara semakin tercermin di PP ini,” kata Menteri ESDM, Ignasius Jonan secara tertulis, Kamis (31/8).

Jonan memaparkan polemik tambang PTFI telah berlangsung cukup lama. Pada tahun 2014, Pemerintah mengeluarkan PP No. 77/2014 yang merupakan perubahan ke 3 dari PP No. 23/2010. Dalam peraturan ini, Freeport wajib melakukan divestasi minimal 30%, membayar bea keluar dan wajib membangun fasilitas pemurnian/smelter.

Pada faktanya, Freeport belum juga menyelesaikan fasilitas pemurnian sesuai kapasitas tertentu sebagaimana mestinya hingga tahun 2017. Hingga kini, baru 9,36% saham PTFI yang dikuasai pemerintah Indonesia.

“Namun dengan diterbitkannya PP No 1/2017, Pemerintah mewajibkan divestasi sebesar 51% atau lebih besar dari minimal 30% sebagaimana diamanatkan PP No. 77/2014, setelah 50 tahun lebih perusahaan raksasa tersebut mengeruk kekayaan tambang Pulau Papua, Indonesia,” ujar Jonan.

Kemudian lanjutnya, status Freeport yang semula berupa Kontrak Karya (KK) dan memiliki kedudukan sama dengan pemerintah pun kini telah berubah menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dimana negara sebagai pemberi izin memiliki posisi lebih tinggi terhadap perusahaan pemegang izin.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby