Jakarta, Aktual.co — Pemerintah harus segera membenahi iklim investasi agar semakin kondusif untuk membangun infrastruktur karena kebutuhan pendanaan infrastruktur mencapai Rp1.100 triliun per tahun, sementara kemampuang pemerintah hanya Rp290,3 triliun, kata seorang ekonom.
“Artinya, mayoritas proyek infrastruktur tetap harus menggandeng swasta dan masyarakat,” ujar Ekonom IPMI International Business School Bambang Susantono di Kampus IPMI, Kalibata, Jakarta, Rabu (20/5).
Kendati alokasi anggaran pemerintah untuk belanja infrastruktur pada tahun depan diperkirakan akan meningkat hingga dua kali lipat, Chairman International Advisory Council IPMI itu menilai perlu dilakukan ‘double track strategy’ untuk membangun infrastruktur.
Pada track pertama, kata dia, prioritas pembangunan mesti dilakukan supaya infrastruktur yang sifatnya pemenuhan kebutuhan dasar mayoritas penduduk bisa tetap terlaksana.
“Proyek-proyek ini tidak diminati investor swasta namun sangat dibutuhkan masyarakat seperti pembangunan irigasi, air bersih dan sanitasi pedesaan, jembatan, dermaga, dan pembangkit listrik pedesaan,” kata mantan Wakil Menteri Perhubungan tersebut.
Untuk track kedua, lanjutnya, proyek infrastruktur yang dapat menarik minat investor swasta tidak perlu lagi menggunakan anggaran negara. Maka dari itu, pemerintah perlu memperbaiki iklim investasi sehingga mampu mendongkrak Kerja sama Pemerintah Swasta (KPS) di bidang infrastruktur.
“Skema kerja sama pemerintah dan swasta ini untuk melayani kebutuhan masyarakat terhadap infrastruktur yang berkualitas dengan harga terjangkau,” ujarnya.
Pemerintah mengalokasikan anggaran infrastruktur sebesar Rp290,3 triliun tahun ini. Total kebutuhan anggaran untuk infrastruktur pada 2015-2019 mencapai Rp5.519,4 triliun, di mana sekitar Rp2.215 triliun atau 40 persennya berasal dari APBN, sementara sisanya dari swasta, APBD dan BUMN.
Pada 2016, kementerian teknis untuk pelaksanaan infrastruktur mendapat pagu indikatif sementara untuk belanja sebesar Rp102,56 triliun dari yang diusulkan pemerintah sebesar Rp178,22 triliun.

Artikel ini ditulis oleh: