Presiden Turki Tayyip Erdogan

Jakarta, Aktual.com-Presiden Turki Tayyip Erdogan secara tegas mengatakan jika tragedi kemanusiaan yang menimpa warga Rohingya di Myanmar selama sepekan terakhir belakangan ini sebagai genosida yang ditujukan ke komunitas Muslim di kawasan itu. Dimana sekira 400 orang dinyatakan tewas dalam pertempuran yang terjadi di bagian Barat laut Myanmar selama sepekan.

Sesuai data resmi yang baru itu membuat perstiwa ini barangkali menjadi kekerasan yang paling mematikan menimpa kaum minoritas Rohingya di negara itu pada dekade terakhir.

“Telah terjadi genosida di sana. Mereka tetap diam terhadap ini. Semua yang melihat dari jauh genosida ini dilakukan di bawah kerudung demokrasi juga bagian dari pembunuhan massal,” cetus Erdogan pada perayaan Idul Adha di Istanbul, Jumat (1/9).

Erdogan mengatakan sudah menjadi tanggung jawab moral Turki untuk mengambil sikap terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi di Myanmar.

Sekira 38 ribu orang Rohingya dikabarkan telah melintas ke Bangladesh dari Myanmar. Sumber-sumber di PBB mengatakan, sepekan setelah para pejuang Rohingya menyerang pos-pos polisi dan sebuah pangkalan tentara di negara bagian Rakhine, mendorong bentrokan-bentrokan dan ofensif balasan oleh militer.

Penanganan terhadap sekitar 1,1 juta Muslim Rohingya menjadi sebuah tantangan terbesar bagi Aung San Suu Kyi, yang telah mengutuk serangan tersebut dan memuji pasukan keamanan. Peraih Nobel Perdamaian itu dituduh beberapa kritikus Barat karena tak bersuara terhadap pembantaian Muslim Rohingya oleh serangan brutal militer setelah terjadinya penyerangan Oktober.

Bentrokan dan tindak kekerasan yang dilakukan oleh tentara telah menewaskan sekitar 370 gerilyawan Rohingya, 13 aparat keamanan, dua pejabat pemerintah dan 14 warga sipil, kata militer Myanmar, Kamis (31/8) lalu.

Sebagai perbandingan, kekerasan pada 2012 di Sittwe, ibu kota Rakhine, menyebabkan tewasnya hampir 200 orang dan sekitar 140 ribu lagi mengungsi. Kebanyakan dari mereka adalah warga Rohingya.

Presiden Erdogan menyatakan isu tersebut akan dibahas secara rinci ketika para pemimpin dunia mengadakan pertemuan dalam Sidang Umum PBB pada 12 September mendatang di New York. (ANT)

Artikel ini ditulis oleh:

Bawaan Situs