Jakarta, Aktual.com – Wacana pengambilan suplai gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) oleh PT PLN dari perusahaan asal Singapura yakni Keppel Offshore and Marine memang belum memiliki kepastian secara legal formal, namun Pengamat Energi dari Reforminer Institute, Komaidi Notonegor berharap aksi bisnis itu bukan berupa jual beli ekspor-impor.
Pasalnya bagi Komaidi; akan terasa janggal jika perusahaan yang bergerak di sektor pelabuhan dan perkapalan itu menjual gas kepada PLN. Bagaimanapun menurut Komaidi, publik sangat mengetahui bahwa Singapura tidak memiliki ladang gas, sehingga jika PLN melakukan impor dari Keppel dipastikan proses jual beli itu melalui calo atau tidak melakukan pembelian langsung ke produsen.
“Kalau dikatakan impor dari Singapura, saya tidak tahu pasti apakah beli dari Singapura atau lewat Singapura, kalau hanya lewat saja bisa dimengerti, katakan itu dari Amerika Serikat belinya dan harus transit di situ (Singapura). Tetapi kalau belinya dari Singapura, itu sulit dipahami, sebab Singapura sampai hari ini mereka impor loh dari kita, jadi kalau reimpor lagi itu tidak bisa logis diterima,” kata Komaidi di Jakarta, ditulis Kamis (7/9).
Lagipula dirasa tidak strategis jika dilakukan impor dengan kenyataan bahwa persedian gas dalam negeri mengalami kelebihan dari pemintaan. Berdasarkan data Neraca Gas Bumi Indonesia, terlihat keterlambatan program kelistrikan 35.000 MW telah mengurangi laju permintaan gas dari asumsi awal rencana pembangunan jangka menegah.
Selain itu terdapat pula peningkatan produksi dari Lapangan Jangkrik yang dikelola ENI dari semula 450 MMSCFD, dapat ditingkatkan menjadi 600 MMSCFD. Kemudian ada juga tambahan produksi gas lainnya, berasal dari Tangguh Train 3 tahun 2020.
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Andy Abdul Hamid