Bandung, Aktual.com – Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Jawa Barat, Netty Prasetiyani, mengungkapkan bahwa penanganan pengungsi Rohingya idealnya memprioritaskan pemulihan trauma perempuan dan anak. Hal ini untuk meminimalisasi terjadinya human trafficking.
“Jika terjadi konflik baik kecil ataupun besar, horisontal maupun vertikal maka dapat dipastikan perempuan, anak, dan keluarga menjadi kelompok yang paling menderita,” kata Netty, di Bandung Jumat (8/9).
Dalam kondisi trauma seperti ini, jelasnya, bila tidak segera ditangani bisa memunculkan kejahatan lainnya selain human trafficking.
Menurutnya, survei UNHCR terhadap perempuan Rohingya yang lari dan terdampar di penampungan di India, Malaysia dan Indonesia, menunjukkan bahwa sekitar 60 persen anak perempuan terpaksa menikah dini sebelum usia 16-17 tahun.
Disinyalir pengantin anak-anak ini di antaranya adalah korban perdagangan orang. Modus yang dilakukan adalah janji keamanan dan kehidupan yang layak.
“Untuk itu atas nama bangsa yang menjunjung harkat dan martabat kemanusiaan mengutuk keras pembantaian etnis Rohingya,” ucapnya.
Netty juga menghimbau kepada warga Jabar agar berperan aktif dalam aksi kemanusiaan kepada etnis Rohingya.
“Atas nama kemanusiaan, mengajak masyarakat Jabar yang dilandasi silih asih, silih asah, dan silih asuh, untuk mengulurkan tangan,” pungkasnya.
Pewarta : Muhammad Jatnika
Artikel ini ditulis oleh:
Bawaan Situs