Jakarta, Aktual.com – Ombudsman Republik Indoensia (ORI) menggelar audiensi antara Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dengan sejumlah Lembaga Swadaya Masyakat (LSM), untuk membahas prosedur penggunaan senjata api dalam pemberantasan narkotika dan obat-obatan terlarang oleh Polri.
Amnesty International Indonesia mengungkapkan bahwa, aksi tembak di tempat oleh kepolisian kepada pengedar narkoba sudah meningkat berkali-kali lipat jika dibandingkan dengan tahun lalu.
Berdasar catatan Amnesty Internasional, kasus tembak di tempat pengedar narkoba oleh kepolisian sudah mencapai 80 kasus pada tahun ini. Angka ini jauh meningkat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yang hanya mencapai 18 kasus.
“Perhari ini terjadi peningkatan 4 kali lipat dibanding data tahun 2016 yang sekitar 18 orang,” kata peneliti Amnesty Internasional Indonesia, Brahmantyo Basuki di Gedung ORI, Jakarta Selatan, Selasa (19/9).
Brahmantyo pun mempertanyakan temuan ini kepada kepolisian dalam audiensi tersebut. Ia menanyakan tentang evaluasi internal yang independen terkait meningkatnya kasus ini.
“Karena pasti ada alasannya. Kenapa angkanya sampai fantastis seperti ini. Kami khawatir jika tidak ada review akan jadi bola salju seperti di Filipina,” ujar dia.
Untuk kasus penembakan di Filipina, Amnesty Internasional per Februari 2017 mencatat ada 7 ribu jiwa tersangka narkotika melayang.
Ironisnya kasus di Filipina disertai dengan tindak penyelewengan, seperti muncul kasus suap dan polisi membuka sayembara hingga orang biasa tembak mati tersangka narkotika.
“Itu sangat berbahaya. Kami berharap polisi bisa segera lakukan investigasi. Juga kami berharap para kepala negara, para kepala pemerintahan sedikit berhati-hati mengeluarkan pernyataan,” tandasnya.
Adapun sejumlah LSM hadir dalam pertemuan, diantaranya dari Komnas HAM, Amnesty International Indonesia (AII), Human Rights Working Group (HRWG), dan Institute for Crime Justice Reform (ICJR).
Laporan Teuku Wildan
Artikel ini ditulis oleh: