Pemerintah di era Joko Widodo (Jokowi) terus tak berhenti menerbitkan surat utang. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Pemerintah era Joko Widodo (Jokowi) saat ini gencar melakukan kebijakan berutang dari pihak lain. Klaim pemerintah, utang-utang itu untuk membiayai pembangunan proyek-proyek infrastruktur dan kegiatan produktif lainnya.

Karena banyak utang-utang yang dilakukan pemerintah itu, baik lewat penerbitan Surat Utang Negara (SUN) atau Surat Berharga Negara (SBN) maupun pinjaman bilateral, justru banyak yang tak tepat sasaran dalam penggunaannya. Untuk itu, jika pemerintah terus menggenjot utang justru akan banyak menimbulkan masalah besar bagi perekonomian.

“Melihat resiko shortfall penerimaan pajak yang cukup besar di tahun ini opsi Pemerintah untuk tekan defisit cuma dua yaitu menambah utang secara agresif termasuk lewat SBN rupiah dan obligasi valas atau melakukan penghematan belanja,” jelas ekonom muda Indef Bhima Yudhistira Adhinegara kepada Aktual.com, Senin (25/9).

Menurut Bhima, opsi penambahan utang yang agresif itu menjadi persoalan baru. Apalagi realisasi pembiayaan utang juga sudah mencapai 58,9 persen per Mei 2017. “Agresifitas utang ada risikonya bagi perekonomian, selain beban cicilan kedepannya juga ada risiko crowding out alias perebutan dana di pasar,” dia menjelaskan.

Kondisi itu, kata dia, sektor perbankan menjadi yang paling kena imbas. Sehingga berdampak ke bunga kredit yang sulit turun dan likuiditas mengetat. Untuk itu pemerintah jangan cuma berdalih bahwa rasio utang masih aman.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu