Jakarta, Aktual.com – Ekonom Senior dari Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri menyayangkan adanya potensi shortfall (kekurangan penerimaan) pajak di tahun ini yang masih tinggi. Hal ini terjadi karena akibat belanja yang tinggi termasuk untuk proyek infrastruktur.
Padahal jika pajak tak capai target dan APBN terus defisit makin lebar, akan mengganggu stabilitas makro ekonomi yang justru lebih mahal biayanya.
“Jika peneriman pajak meleset dan tak capai target, risiko paling nyatanya adalah adanya shortfall. Kata pemerintah Rp50 triliun, tapi saya yakin lebih dari itu. Bahkan dengan hitung-hitungan sederhana saja shortfall-nya bisa Rp100 triliun lebih,” jelas Faisal di Jakarta, Rabu (27/9).
Dengan kondisi itu, kata dia, yang dikorbankan adalah masyarakat karena akan ada pemotongan anggaran lagi. Termasuk melakukan jurus ‘injak kaki’ atau pemaksaan.
Parahnya lagi, kata dia, justru di APBNP 2017 itu, pemerintah memaksakan untuk mengamankan proyek strategis nasional, termasuk menyelipkan anggaran penyertaan modal negara (PMN) untuk PT KAI (Persero) di proyek LRT. Padahal hal itu bisa mengganggu stabilitas makro ekonomi.
“Ini yang paling mengerikan. Pemerintah tak pernah sadar pentingnya stabilitas makro ekonomi. Padahal stabilitas ini jauh lebih strategis ketimbang proyek LRT dan lainnya,” tegasnya.
Dan jika proyek itu harus ditunda setahun saja, itu justru akan jauh lebih murah. “Ketimbang korbankan stabilitas makro ekonomi yang mahal,” ingat dia.
Makanya, kalau shortfall pajak itu bisa tembus Rp100 triliun atau lebih, dan baru dilakukan reschedule ketika sudah mendesak, itu ongkosnya akan jauh lebih mahal.
“Yang paling mahal ongkos kemerosotan kredibilitas pemerintah Jokowi-JK. Terlebih pemerintah sendiri tak berani menerapkan kebijakan secara konsisten karena tak populis,” katanya.
(Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan