Jakarta, Aktual.com – Mantan Menteri Keuangan era Kabinet Pembangunan VII, Fuad Bawazier mengatakan beban utang yang dilakukan pemerintahan Jokowi cepat atau lambat akan melampaui daya dukung APBN.

“Meskipun rasio utang negara terhadap PDB di Indonesia baru mencapai 28 persen, tetapi karena tax ratio kita hanya 10,3 persen pada 2016, maka utang merupakan ancaman terhadap kemampuan APBN dalam melakukan pembayarannya baik bunga maupun cicilan pokok utang,” kata Fuad dalam acara diskusi bertajuk ‘Membedah RAPBN TA 2018’, di Komplek Parlemen, Senayan, ditulis Rabu (27/9).

Menurut dia, jatuh tempo pembayaran utang pada 2018 nanti sebesar Rp390 triliun dan ketika di tahun 2019 maka akan berkisaran di sebesar Rp420 triliun, sehingga total keseluruhan pada pembayaran jatuh tempo mencapai Rp810 triliun.

Disisi lain, mantan Dirjen Pajak ini memahami kondisi pemerintahan saat ini, terlebih psikologis Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang sempat melontarkan, bahwa tidak bisa membandingkan tax ratio Indonesia dengan negara lain lantaran, tax ratio Indonesia komponennya berbeda.

“Lalu kenapa kemudian ketika menteri justru menjadikan produk domestik bruto (PDB) sebagai perbandingan dengan negara lain, memangnya sama? Saya juga bisa mengatakan seperti ini, argumentasi bu menteri yang sama harusnya dapat bisa digunakan dalam hal PDB, dimana komponen PDB dengan setiap negara berbeda-beda, PDB kita justru dalam kategori jelek, (untung) karena komponen PDB (yang digunakan) kita milik asing, kita tidak pakai pendapatan nasional bruto, dan kalau kita pakai akan lebih buruk lagi (hasil PDB nya),” ujar dia.

Oleh karena itu, ia menyarankan agar menjadikan tax ratio sebagai relevansi dalam pembayaran utang. Sebab, sambung dia, membayar utang harus dengan uang bukan dengan PDB.

“Jadi saya berikan jalan tengah, baik menggunakan panduan model tax ratio saat ini atau tax ratio yang akan disempurnakan oleh Ibu menteri nantinya, sekurang-kurangnya tetap lebih relevan dengan kemampuan APBN dalam memenuhi kewajiban pembayaran terhadap utang, karena utang itu dibayar pakai uang (fulus), bukan pake PDB. Kenapa, kemudian ributin bayar utang (dengan mengacu) ke PDB,” sebut Fuad.

“Mengingat uangnya ya dari pajak, dan memingat dari pendapatan perpajakan 86 persen dari pendapatan negara, jadi paling relevan seburuk-buruknya tax ratio masih jauh relevan menghitung dibandingkan pakai pengaman PDB,” pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan, rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih berada di bawah 30 persen dan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada kisaran 2,5 persen. Angka ini menurutnya jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan negara G-20 lainnya.

“Dengan defisit di kisaran 2,5 persen Indonesia mampu tumbuh ekonominya di atas 5 persen, artinya stimulus fiskal mampu meningkatkan perekonomian sehingga utang tersebut menghasilkan kegiatan produktif. Dengan kata lain, Indonesia tetap mengelola utang secara prudent (hati-hati),” tegas Sri Mulyani seperti dikutip dari laman Setkab di Jakarta, Jumat (7/7).

Novrizal Sikumbang

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang
Arbie Marwan