Baghdad, Aktual.com – Perdana Menteri Irak Haider al-Abadi, meminta agar pemerintah Kurdi “membatalkan” hasil referendum kemerdekaan di Irak Utara, sebagai syarat untuk dialog menyelesaikan krisis yang meningkat.
Dalam sebuah pidato di parlemen, Abadi memperbarui ultimatumnya kepada Pemerintah Wilayah Kurdistan (KRG) Masoud Barzani, untuk menyerahkan kendali bandara internasional pada Jumat atau menghadapi larangan penerbangan internasional langsung ke wilayah Kurdi.
Masyarakat di Irak utara memilih untuk mendukung kemerdekaan dalam hasil referendum yang tidak mengikat pada Senin (25/9). Setiap gagasan pemisahan diri ditentang dengan sengit oleh pemerintah di Baghdad, Turki dan Iran. Amerika Serikat mendesak para pemimpin Kurdi untuk membatalkan pemilihan tersebut.
“Kami tidak akan berdialog tentang hasil referendum. Jika mereka ingin memulai pembicaraan, mereka harus membatalkan referendum dan hasilnya,” ujar Abadi kepada parlemen, seperti diberitakan Reuters, Rabu (27/9).
Permintaannya ditolak oleh Menteri Perhubungan KRG Mowlud Murad. Dia mengatakan pada sebuah konferensi pers di ibukota Kurdi, Erbil bahwa mengendalikan bandara dan mempertahankan penerbangan internasional langsung ke Erbil diperlukan untuk memerangi militan ISIS.
Pemimpin Kurdi mengatakan bahwa referendum diadakan untuk memberi mereka mandat menegosiasikan pemisahan damai wilayah mereka dengan tetangga Irak yang kuat yakni Iran dan Turki.
Murad mengungkapkan harapan bahwa krisis tersebut dapat teratasi pada Jumat (29/9), dengan mengatakan krisis tersebut akan merusak ekonomi Kurdistan.
Otoritas Penerbangan Sipil Irak mengirim sebuah pemberitahuan pada Rabu bagi maskapai penerbangan asing, dengan mengatakan bahwa penerbangan internasional ke Erbil dan Sulaimaniya di wilayah Kurdi akan dihentikan pada Jumat pukul 18.00 waktu setempat dan hanya penerbangan domestik yang diperbolehkan memasuki bandara.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh: