Jakarta, Aktual.com – Rapat paripurna DPR menerima laporan Panitia Khusus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan memutuskan perpanjangan masa kerja.
Anggota Komisi III DPR, Ahmad Sahroni meminta semua pihak menerima keputusan itu dan tak lagi melibatkan presiden ataupun wakil presiden untuk evaluasi kinerja lembaga anti rasuah yang dilakukan Pansus Hak Angket KPK.
“Hak Angket adalah ranah DPR. KPK dan pendukungnya jangan cengeng dan tarik-tarik presiden dalam pusaran masalah KPK,” ujar Sahroni, Rabu (27/9).
Sahroni menekankan, Pansus akan tetap meminta pimpinan KPK untuk mengklarifikasi semua kejanggalan yang ditemukan terkait penyelidikan, penyidikan maupun pengelolaan anggaran KPK.
Sebelumnya Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menegaskan bahwa KPK tidak akan menghadiri undangan rapat Pansus Angket meski masa kerja Pansus telah diperpanjang.
KPK tegasnya, baru akan hadir jika Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan uji materi Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
Menanggapi hal itu, Sahroni menyebutkan seharusnya pimpinan KPK tak perlu khawatir bila merasa telah melakukan sesuai prosedur hukum berlaku.
Bahkan Sahroni menekankan pertemuan dalam dilakukan tertutup bila memang klarifikasi yang akan dilontarkan pimpinan KPK dianggap menyangkut hal sensitif seperti keamanan bangsa.
“Hak Angket adalah yang paling tinggi di UU 1945 yg diatur dalam UU MD3. Sangat disayangkan kalau KPK berfikir menunggu hasil putusan MK,” katanya.
“Sebenarnya kalau memang tidak ada apa-apa, datang saja ke Pansus, mari duduk dan jelaskan apa yang menjadi pertanyaaan dari Pansus,” jelas politisi NasDem ini.
“Toh semua terbuka dalam hal apapun. Kalau dipandang perlu, dalam rapat (KPK) minta tertutup sangat dimungkin kan demi keamanan Bersama,” timpalnya.
Terkait jangan dilibatkannya dalam persoalan Pansus Hak Angket KPK, dikemukakan Sahroni presiden telah bersikap benar dengan berkali-kali menyampaikan bahwa kewenangan itu berada di ranah legislator.
Pernyataan yang sama juga disampaikan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) perihal perpanjangan masa kerja Pansus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
JK secara tegas menyampaikan persoalan Pansus Hak Angket KPK berada di internal DPR. JK bahkan menekankan ia tidak mempersoalkan biaya yang keluar untuk Pansus Hak Angket KPK, lantaran DPR memiliki anggaran tersebut.
“Kan anggaran DPR cukup besar,” ucap dia.
Sebelumnya Ketua Pansus Angket Agun Gunandjar Sudarsa dalam laporannya menjelaskan Pansus telah mendapatkan empat fokus penyelidikan yaitu aspek kelembagaan, kewenangan, tata kelola Sumber Daya Manusia, dan tata kelola anggaran di KPK.
Dalam aspek kelembagaan, Pansus menilai KPK gagal memposisikan diri sebagai lembaga supervisi dan koordinasi pemberantasan tindak pidana korupsi.
Karena tidak mampu membangun kerja sama yang baik dengan Polri dan kejaksaan. Hal itu berimbas kemandekan supervisi karena laporan dari kejaksaan tidak ditindak lanjuti KPK.
Ia mengatakan beberapa Berita Acara Penyidikan (BAP) dalam penanganan kasus menyebutkan “pernyataan saksinya direkayasa” dan menuduh KPK tidak menghiraukan fakta-fakta persidangan serta melakukan penggiringan opini publik.
Di samping itu ada pula persoala manajemen barang sitaan. Dalam KUHAP, penyitaan tindak pidana korupsi harus ditempatkan ke Rupbasan namun KPK malah membentuk unit sendiri yaitu Unit Alat Bukti dan Eksekusi atau Labuksi.
Agun mengatakan Pansus belum membuat kesimpulan dan rekomendasi karena KPK belum hadir dalam Rapat Pansus. Pansus menilai kesimpulan dan rekomendasi sebaliknya setelah ada konfirmasi dari KPK.
Laporan Fadlan Syiam Butho
Artikel ini ditulis oleh: