Ketua DPR Setya Novanto

Jakarta, Aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikabarkan akan mengeluarkan surat perintah penyidikan (Sperindik) baru untuk Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto.

Wacana ini muncul setelah kemenangan Novanto dalam praperadilan terkait penetapan statusnya sebagai tersangka dalam dugaan kasus korupsi KTP elektronik oleh KPK, Jumat (29/9) kemarin.

Menanggapi rencana tersebut, Partai Golkar melalui Wakil Bendahara Umum (Wabendum) Edwin Ricardo Silalahi menyatakan jika KPK bukanlah sebuah institusi pemberantasan korupsi belaka.

“Ini semakin menguatkan dugaan masyarakat bahwa KPK sudah menjadi alat politik,” kata Edwin di Gedung DPP Partai Golkar, Jakarta, Sabtu (30/9).

Pasalnya, KPK tidak pernah menerbitkan Sprindik usai dua proses praperadilan sebelumnya. Proses praperadilan untuk melawan KPK pertama kali digunakan oleh Kepala BIN sekarang, Budi Gunawan, 2015 silam. Saat itu, Budi Gunawan ditetapkan tersangka oleh KPK dalam dugaan kasus gratifikasi.

Masih dalam tahun yang sama, jalur praperadilan juga digunakan oleh mantan Dirjen Pajak, Hadi Poernomo. Sebelumnya, Hadi Poernomo ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penyalahgunaan wewenang dalam penerimaan permohonan keberatan wajib pajak PT Bank Central Asia Tbk pada 1999.

Dalam kedua praperadilan tersebut, status tersangka yang ditetapkan KPK kepada dua orang tersebut dicabut oleh pengadilan.

“Kenapa KPK tidak menerbitkan sprindik baru terhadap Pak Hadi Purnomo dan Pak Budi Gunawan,” ucap Edwin.

Ia pun mengkritik langkah yang dilakukan KPK bukanlah langkah hukum melainkan langkah yang sarat akan politis. Edwin pun menduga adanya kekuatan politik besar yang berada di belakang lembaga anti rasuah tersebut.

“Ada satu kekuatan besar, kekuatan yang kuat yang mengendalikan KPK sehingga langkah-langkahnya tidak lagi dilihat orang dalam dimensi penengakan hukum tetapi lebih pada kepentingan politik,” tutupnya.

Teuku Wildan

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan
Arbie Marwan