Dalam jumpa persnya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bahwa kondisi terkini Gunung Agung sudah masuk fase kritis, dimana fase potensi letusan sangat tinggi dan dapat terjadi dengan waktu tidak bisa diprediksi.

Karangasem, Aktual.com – ‎Kepala Sub Bidang Mitigasi Pemantauan Gunung Api Wilayah Timur Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Devy Kamil menjelaskan, di tengah kawah Gunung Agung kini telah terdapat sobekan. Tak jauh dari sobekan di kawah tersebut ada beberapa bagian yang telah terbakar. Dari sana kemudian suara strimin jet ke luar.

“Itu terjadi sejak tanggal 20-an (September), sejak semingguan lalu. Harusnya hari ini kita dapat gambar satelit baru untuk melihat perkembangannya. Striming jet itu merupakan suara gas yang berusaha ke luar ke permukaan,” jelas Devy ditemui di Pos Pengamatan Gunung Agung di Desa Rendang, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Minggu (1/10).

Menurut dia, kekuatan letusan Gunung Agung yang mesti diwaspadai bukan dari magma yang terkandung dalam bentuk cairan, melainkan gas kandungannya.

“Semakin banyak kandungan gasnya, semakin eksplosif letusannya. Gas itu namanya gas magmatik. Kandungannya campuran. Ada macam-macam,” ungkap dia.

Kandungan gas Gunung Agung, Devy melanjutkan, sama dengan gunung api di daerah lainnya. “Tapi yang membedakan konsentrasinya. Nah, kita tidak berani ukur itu (konsentrasi gas) ke sana (kawah),” papar dia.

Satu metode yang digunakan untuk mengukur volume dan konsentrasi gas di Gunung Agung adalah menggunakan peralatan geo-kimia. ‎

“Kita hanya bisa nembak dari jauh. Kita lagi nembak dari jauh tapi belum berhasil, karena berawan gunungnya. Kita punya alat yang bisa menangkap volume konsentrasi gas. Alatnya akan memanfaatkan sinar ultraviolet, kita karakterisasi perubahan panjang gelombangnya dari sensor,” ujarnya.

Nantinya, alat tersebut tergantung pada media yang akan dilintasinya. ‎”Misalnya asap. Nanti kalau di sana, sinar ultravioletnya pasti akan beda sendiri. Nah, kita bisa dapat estimasi berapa gasnya untuk kandungan sulfurnya. Itu sedang dilakukan dan sedang dicari lokasi bersih (dari awan). Permasalahannya, dengan peralatan geo-kimia ini dia butuh langit yang cerah. Kalau berawan ya, susah. Namanya luas scanner. Itu untuk kita mengukur kandungan gas. Mudahnya pengertiannya seperti itu,” tambah Devy. (Laporan Bobby Andalan, Bali)

Artikel ini ditulis oleh:

Bawaan Situs