Karangasem, Aktual.com – Besok, Minggu (22/10) tepat satu bulan Gunung Agung berstatus awas. ‎Ratusan ribu warga dari 28 desa terdampak masih mengungsi. Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Kasbani saat memberikan keterangan resmi evaluasi status awas Gunung Agung, tak menampik banyak yang bertanya kapan gunung setinggi 3.142 mdpl tersebut akan meletus.

“Banyak pertanyaan kapan meletus? Tentunya siapapun Tidak ada yang bisa menentukan. Juga ada pertanyaan kapan statusnya akan diturunkan?,” kata Kasbani di Pos Pengamatan Gunung Api Agung di Desa Rendang, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Bali, Sabtu (21/10).‎

Kasbani menjelaskan, untuk penurunan status awas mesti mengacu pda data-data yang dikeluarkan oleh Gunung Agung itu sendiri. Selama ini, kata Kasbani, PVMBG hanya mengamati aktivitas Gunung Agung berdasarkan teknologi yang dimilikinya. “Data-datalah yang mengatakan itu, apakah itu data visual maupun data instrumen,” tuturnya.

Sejak ditetapkan awas pada Jumat malam 22 September 2017 pukul 20.30 WITA, terjadi peningkatan signifikan manifestasi permukan Gunung Agung.

“Kita lihat ada embusan asap mengandung uap air dan MC gas di atas semakin signifikan. Semburan air juga ada. Dari satelit ada manifestasi thermal yang meningkat tajam dari sebelumnya,” papar Kasbani. “Di kawah itu kan zona lemah, juga ada rekahan di sana makin berkembang, lubang di sana juga makin banyak. Tanah yang di dalam kawah terbakar, itu indikasi ada aktivitas Gunung Agung di bawahnya. Semua itu artinya aktivitas Gunung Agung meningkat,” tambah Kasbani.

Dari sisi instrumen yang dimiliki PVMBG seperti sembilan stasiun seismik, empat stasiun GPS, dua stasiun tieltmeter, CCTV dan thermal camera serta alat mobile pengukuran geo-kimia juga menunjukkan hal sama. ‎”Kami mendapatkan data dari satelit untuk mengetahui kondisi di atas. Data-data tersebut untuk menetapkan status tetap atau turun itu harus konsisten sama. Kalau katakanlah seismik turun, tapi data lain tidak mendukung, itu tidak bisa dilakukan (penurunan status). Karena harusnya turunnya itu harus konsisten dan pelan-pelan,” papar dia.

Untuk data seismik yang terekam jauh sebelum status Gunung Agung dinaikkan bertahap‎ gempa tektonik lokal sudah berkembang jauh sebelum bulan September 2017. Jika sebelumnya gempa tektonik lokal berada di sisi barat laut, kemudian makin mendekat dan terakhir berada di perut Gunung Agung.

“Itu berkembang dari sisi barat laut kemudian mendekat lagi ke arah gunung itu, akhirnya gempa-gempa vulkanik itu juga berkembang di bawah gunung itu. Gempa vulkanik dalam makin banyak dan pada saat kenaikan pertama di bulan September untuk status level II (waspada) gempa vulkaniknya ada peningkatan cukup signifikan,” urainya.

Untuk data thermal camera Kasbani menyebut mengindikasikan hal sama. Lantaran terus terjadi peningkatan aktivitas signifikan, maka pada tanggal 18 September 2017 status Gunung Agung dinaikkan ke level III (siaga).‎ Jika saat masih level II gempa vulkanik terekam hanya satuan, maka pada level III sudah berada di angka puluhan. “Kemudian pada tanggal 22 September itu terjadi peningkatan luar biasa.. Gempa vulkanik dangkal dan dalam pada saat itu mencapai 720 kali. Sejak saat itu gempa vulkanik fluktuasi hingga saat ini. Dia berada di kisaran antara 500 bahkan sampai di atas seribu,” ulas Kasbani.

Dengan melihat kondisi aktivitas yang masih tinggi itu, Kasbani menyebut saat ini bukan situasi tepat untuk menurunkan status awas Gunung Agung menjadi siaga. “Artinya hingga sampai saat ini belum waktu yang tepat untuk menurunkan menjadi siaga. Kita masih lihat perkembangannya,” imbuhnya.

Jika nantinya data-data menunjukkan konsistensi penurunan bukan tak mungkin penurunan status diberlakukan. Data yang dimaksud Kasbani yakni‎ dari sisi kegempaan turun pelan-pelan, dari sisi deformasi menunjukkan hal sama, tidak terjadi up-lifting, secara visual aktivitasnya sudah menurun, tidak terjadi semburan air, emisi gas yang relatif kecil, suara gas yang semakin mengecil, maka hal itu bisa dijadikan pedoman menurunkan status. “Artinya, status itu bukan dari kami, tapi status itu berdasarkan apa yang dikeluarkan oleh Gunung Agung itu sendiri,” demikian Kasbani.
Laporan Bobby Andalan, Bali

Artikel ini ditulis oleh: