Jakarta, Aktual.com – Fraksi Gerindra dengan tegas menolak pengesahan RUU APBN 2018 menjadi APBN. Pasalnya, selain utang terus tinggi, pemerintah juga sangat kecil menargetkan pertumbuhan ekonomi di tahun depan.
Seperti diketahui, APBN 2018 ini hanya menargetkan pertumbuhan ekonomi di angka 5,4 persen. Hal ini jelas sangat bertolak belakang dengan target pemerintah Joko Widodo (Jokowi) saat kampanye dulu, padahal pemerintahan dia tinggal sebentar lagi.
“Kami dengan tegas menolak APBN 2018 ini, karena pemerintah telah gagal mencapai target pertumbuhan ekonomi dalam RPJM 2015-2019 yaitu dengan rata-rata 7 persen. Tapi tahun depan cuma menargetkan 5,4 persen,” ungkap Anggota Komisi XI DPR dari Gerindra, saat menyebutkan di Sidang Paripurna DPR, di Jakarta, Rabu (25/10).
Kondisi gagalnya pertumbuhan ekonomi yang tinggi yang tak bisa dicapai pemerintah ini, kata dia, karena dipicu oleh sosok kepemimpinan Jokowi yang lemah.
“Ini disebabkan lemahnya kepemimpinan Presiden Joko Widodo sebagai Kepala pemerintahan, dimana realitas pertumbuhan ekonomi maksimal hanya akan mencapai 5,25 persen,” ujar dia.
Politisi Gerindra itu juga menyoroti pemerintah yang juga gagal mengurangi warga miskin. Sebab faktanya justru warga miskin bertambah hampir 7 ribu jiwa.
“Justru yang terjadi di saat kemiskinan tinggi, Presiden malah membiarkan masuknya tenaga kerja asing dalam proyek infrastruktur dan investasi lainnya, khusunya dari negara China,” kata dia.
Untuk itu, kata dia, secara tegas Fraksi Partai Gerindra menyatakan tidak setuju RAPBN 2018 disahkan menjadi APBN 2018. “Karena target belanja dan pertumbuhan ekonomi terlampau rendah,” ungkap dia.
Dalam postur APBN 2018 ini disusun berdasarkan asumsi makroekonomi, yakni pertumbuhan ekonomi 5,4 persen, inflasi 3,5 persen, suku bunga SPN tiga bulan 5,2 persen dan nilai tukar Rp13.400 per dollar AS, harga minyak mentah Indonesia (ICP) US$ 48 per barel, lifting minyak 800 ribu barel per hari dan lifting gas 1.200 ribu barel setara minyak per hari.
Laporan Busthomi
Artikel ini ditulis oleh: