Rizal Ramli, mengkritik habis kebijakan pemerintah yang doyan ngutang, sampai-sampai Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sendiri lupa uang itu larinya kemana. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Kementerian Keuangan RI mengeluarkan tanggapan tertulis atas penyataan Ekonom Indonesia, Rizal Ramli yang mengkritisi upaya pemerintah menggiring revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1991 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Sebelumnya Rizal mengatakan keberadaan atas kandungan draf revsisi tersebut yang menyasar sektor dasar pelayanan publik, yang mana diantaranya masyarakat dikenakan pungutan pada layanan administrasi pernikahan, Perceraian dan rujuk.

Rizal Ramli: Menkeu Kembali ‘Palak’ Rakyat Kecil Melalui Revisi UU PNBP

Kemudian di antara sektor lain, masyrakat juga dipungut pada beberapa layanan pendidikan dan kesehatan. Hal demikian membuat Rizal Ramli menyampaikan kritik dan penolakan, karena Rizal memandang bahwa pelayanan sejenis itu sudah selayaknya rakyat tidak dikenakan PNBP karena hakekatnya rakyat sudah membayar pajak dan berhak menerima timbal balik dalam bentuk pelayanan umum.

Menkeu Usulkan UU Pungut Uang Nikah, Rizal Ramli: Kemana Uang Pajak Rakyat?

Menaggapi kritikan Rizal, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan, Nufransa Wira Sakti merasa heran, karena menurutnya undang-undang itu telah berlaku lama bahkan berlangsung ketika Rizal menjabat sebagai Menteri Keuangan tahun 2001.

“Saya ingin menanggapi pernyataan Bapak Rizal Ramli, Undang-Undang PNBP yaitu UU 20/1997, sejak masa pemerintahan Presiden Soeharto. Artinya UU ini sudah ada bahkan sewaktu Pak Rizal Ramli sempat sebentar menjadi Menteri Keuangan tahun 2001, Entah mengapa Pak Rizal Ramli tidak memahami dan mengetahui tentang UU PNBP tersebut,” ujar Nufransa secara tertulis yang diterima Aktual.com Kamis (2/11).

Nufransa menjelaskan; Pengenaan PNBP atas layanan pendidikan, kesehatan, dan nikah talak rujuk, pengurusan paspor, Surat Ijin Mengemudi, STNK, uang berperkara di pengadilan telah ada, bahkan sebelum adanya UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP. Dengan UU 20/1997 tersebut, kata dia, pungutan ke masyarakat punya dasar hukum.

“Sesuai dengan ketentuan perundangan, maka pungutan pada masyarakat harus diatur oleh pemerintah, agar dapat memberikan keadilan dan kesetaraan, pemerataan pelayanan, serta sesuai dengan kemampuan masyarakat. Jadi tuduhan pak Rizal Ramli bahwa pungutan ini adalah bentuk pemalakan kepada rakyat adalah penyesatan yang serius,” ujar dia.

“Seolah-olah berbagai PNBP baru diberlakukan sejak Menkeu saat ini salah besar dan kembali menyesatkan masyarakat. Sungguh disesalkan kebiasaan memberikan informasi salah dan menyesatkan ini dilakukan oleh seorang mantan Menteri Keuangan,” sesal dia.

Lagi pula lanjut Nufransa; Penyusunan RUU tersebut telah melalui tahap diskusi-diskusi dan telah mendapat masukan dari kementerian/lembaga, akademisi, praktisi, serta uji publik dan FGD kepada masyarakat dan pelaku usaha di beberapa daerah.

Hingga secara resmi rancangan amandemen UU PNBP 20/1997 disampaikan oleh Presiden Jokowi kepada Ketua DPR melalui Surat Nomor: R-42/Pres/06/2015 tanggal 23 Juni 2015, pada saat Menkeu dijabat oleh Bambang Brodjonegoro.

“Jadi pernyataan pak Rizal Ramli bahwa pembahas RUU PNBP dilakukan secara rahasia atau sembunyi-sembunyi adalah tidak benar. Juga sama sekali tidak benar pernyataan pak Rizal Ramli bahwa pembahasan amandemen UU PNBP ada tukar guling dengan pemberian anggaran untuk pembangunan gedung DPR. Tuduhan seperti ini sudah menjurus pada penyebaran fitnah,” ujar dia.

Kemudian Nufransa juga menepis Pernyataan Rizal Ramli bahwa upaya pembahasan RUU PNBP sebagai refleksi kepanikan pemerintah akibat penerimaan negara yang tidak mencapai target.

“Kebiasaan menyampaikan hal-hal dan informasi yang salah dan menyesatkan dan bahkan cenderung fitnah sungguh sangat tidak terpuji, melanggar etika dan disesalkan,” pungkas dia.

Dadangsah Dapunta

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta