Jakarta, Aktual.com – Badan Pusat Statistik (BPS) dalam pengumuman mengenai pertumbuhan ekonomi triwulan III-2017 mencatat ekonomi Indonesia menurut pengeluaran tumbuh 5,06 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
Peningkatan tersebut didorong oleh seluruh komponen PDB pengeluaran yang tumbuh positif, yakni pertumbuhan yang tertinggi adalah ekspor, sementara konsumsi pemerintah dan investasi juga tercatat tumbuh.
Pertumbuhan tertinggi secara tahunan dicapai oleh komponen ekspor barang dan jasa sebesar 17,27 persen (yoy) dan berkontribusi 20,50 persen terhadap struktur PDB.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan struktur PDB Indonesia menurut pengeluaran pada triwulan III-2017 secara keseluruhan masih didominasi komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga yang mencapai 55,68 persen dari PDB.
Komponen lain yang berkontribusi besar yaitu pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi sebesar 31,87 persen, ekspor barang dan jasa, dan pengeluaran konsumsi pemerintah (8,80 persen).
Hal yang perlu mendapat perhatian dari pengumuman BPS tersebut adalah catatan mengenai konsumsi rumah tangga yang pada triwulan III-2017 yang tumbuh 4,93 persen, atau melambat dibanding triwulan II-2017 (4,95 persen) dan triwulan III-2016 (5,01 persen).
Suhariyanto mengatakan komponen rumah tangga yang tumbuh melambat antara lain makanan dan minuman, alas kaki, dan perumahan. Perlambatan tersebut, kata dia, perlu menyadari kondisi bahwa triwulan III-2017 merupakan periode setelah Hari Raya Idul Fitri.
Ia memaparkan komponen makanan dan minuman pada triwulan III-2017 hanya tumbuh 5,04 persen, atau melambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,23 persen.
Pertumbuhan yang melambat juga terjadi pada komponen pakaian, alas kaki, dan jasa perawatannya yang tercatat 2,00 persen pada triwulan III-2017 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 2,24 persen.
Komponen perumahan dan perlengkapan rumah tangga juga tercatat tumbuh melambat dari 4,14 persen pada triwulan III-2017 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat 4,17 persen.
Sementara, konsumsi yang tercatat tumbuh yaitu komponen kesehatan dan pendidikan sebesar 5,38 persen pada triwulan III-2017 dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya 5,36 persen.
Komponen restoran dan hotel juga tercatat tumbuh 5,52 persen di triwulan III-2017 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 5,01 persen.
Suhariyanto menyebutkan penurunan porsi konsumsi masyarakat salah satunya disebabkan oleh peningkatan persentase pendapatan untuk ditabung. Selain itu, terlihat juga ada perubahan pola konsumsi masyarakat.
Apabila ditelusuri, terdapat kecenderungan pergeseran pola konsumsi masyarakat dari konsumsi “non-leisure” ke “leisure”. Komoditas yang termasuk dalam kegiatan “leisure” di antaranya hotel, restoran, tempat rekreasi, dan kebudayaan.
Perubahan pola konsumsi ini, kata Suhariyanto, perlu diwaspadai. Konsumsi untuk kegiatan waktu luang yang naik menunjukkan masyarakat sudah mulai memikirkan gaya hidup.
Masyarakat sekarang ketika pendapatannya tetap memiliki kecenderungan untuk bertamasya dan rekreasi, yang indikasinya ditunjukkan dengan banyaknya destinasi yang menawarkan komoditas pariwisata dengan harga yang murah.
Pertumbuhan konsumsi secara tahunan (yoy) untuk komoditas “leisure” dan “non-leisure” cenderung berbanding terbalik. Konsumsi “leisure” melonjak ketika ada sedikit perlambatan di “non-leisure”.
Ilustrasinya, masyarakat cenderung tidak sering-sering ganti peralatan elektronik atau kendaraan bermotor, tetapi lebih sering jalan-jalan dan rekreasi.
Pengamat ekonomi Hendri Saparini pada pertengahan 2017 lalu mengatakan pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang melambat perlu diwaspadai oleh pemerintah mengingat struktur produk domestik bruto (PDB) Indonesia sebagian besar disumbang konsumsi.
Anggota Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) itu menyebutkan bahwa melambatnya konsumsi rumah tangga dapat dilihat mulai kuartal III-2016, di mana periode setelah itu konsumsi konsisten terus tumbuh pelan-pelan.
Hendri mengatakan pemerintah perlu melihat golongan masyarakat mana yang melakukan atau mengalami pengurangan konsumsi, entah itu dari kelompok masyarakat atas atau justru kelompok bawah.
Perlambatan konsumsi masyarakat itu perlu menjadi catatan penting bagi pemerintah apabila fenomenanya terjadi di kelompok masyarakat bawah, atau yang meliputi sekitar 40 persen lapisan masyarakat.
Lebih lanjut, Hendri mengatakan pemerintah perlu merespons fenomena tersebut agar tidak berkelanjutan atau bahkan dapat segera membalik tren perlambatan tersebut. Respons pemerintah terhadap perlambatan konsumsi rumah tangga juga dapat menjadi langkah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2017.
Hendri berpendapat bahwa pemerintah perlu memperhatikan perihal tarif dasar listrik, mempercepat pembagian kartu bantuan sosial agar dapat segera digunakan oleh masyarakat golongan bawah untuk belanja, sekaligus menciptakan optimisme di kalangan usaha.
Pemerintah sendiri memproyeksikan pertumbuhan konsumsi hingga akhir 2017 bisa bertahan di kisaran 5 persen sebagaimana tahun-tahun sebelumnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani, saat jumpa pers hasil rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) pada akhir Oktober, berharap persepsi adanya penurunan daya beli masyarakat tidak menjadi sesuatu yang benar-benar terjadi.
Ia mengatakan pemerintah akan terus memberikan informasi kepada masyarakat mengenai daya beli dan pertumbuhan konsumsi.
Namun, untuk saat ini, Sri Mulyani memastikan belum ada pelemahan daya beli yang memengaruhi konsumsi dalam negeri, karena masyarakat masih memberikan kontribusi kepada peningkatan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
ANT
Artikel ini ditulis oleh:
Antara