Dirut PT PLN, Sofyan Basir (tengah) saat mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komite II DPD RI di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (14/3/2016). Rapat ini membahas Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) tahun 2015-2024. FOTO : AKTUAL/JUNAIDI MAHBUB

Jakarta, Aktual.com – Direktur PLN Sofyan Basir, mengatakan insiatif untuk penghapusan beberapa golongan pelanggan karena didasarkan atas permintaan masyarakat yang kerepotan untuk menambah daya, karena ada batasan-batasan sebagaimana ketentuan yang berlaku.

Karena itu ujar Sofyan, pihaknya berupaya mengakomodir aspirasi tersebut dan akan melakukan pembahasan dengan pemerintah.

“Pertimbangannya, banyak permintaan dari masyarakat. Kita kepingin pelanggan itu kalau mau nambah daya, tidak sulit batasan dari 1300, 1900, tambah lagi 2200, nambah lagi 3300 kan nambah uang terus,” kata Sofyan Basir di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (13/11).

Namun Sofyan belum bisa memastikan kapan kebijakan ini akan diberlakukan.

“Belum tahu, kan mau bicara dulu dengan pak menteri. Besok pagi pagi dipanggil. Kalau masyarakat butuh, lebih cepet, ya lebih bagus,” pungkas dia.

Akan tetapi berdasarkan keterangan Ketua Serikat Pekerja PLN, Jumadis Abdan bahwa motif penghapusan beberapa golongan pelanggan PLN untuk meningkatkan penjualan daya listrik kepada pelanggan.

Jumadis melanjutkan, perlu dipahami, dalam setahun PLN mengalami inefisiensi Rp140 triliun untuk membayar pembangkit Independen Power Producer (IPP) / pembangkit Swasta.

Saat ini PLN mengalami kelebihan daya akibat program listrik 35.000 MW yang tidak diimbangi pertumbuhan konsumsi. Program 35.000 MW yang sebagian besar pembangkitnya dibangun oleh IPP dan menggunakan sistem take or pay, sehingga kendati daya yang dihasilkan tidak sepenuhnya diserap oleh konsumen atau tidak terjual semua oleh PLN, maka PLN tetap membayar semua daya yang disalurkan pembangkit IPP. Hal inilah yang membuat inefisien pada PLN, bahkan di tempat tertentu PLN terpaksa memadamkan pembangkit miliknya untuk menyerap daya dari pembangkit IPP.

“Pertengahan 2015 kita sudah mengingatkan dan menyuarakannya agar dievaluasi. Bila tidak maka dengan reserve margin yang besar itu akan menyebabkan banyak pembangkit yang sudah dibangun tidak beroperasi karena sudah kelebihan alias over supply. Hal ini tentu sangat membebani keuangan PLN,” katanya kepada Aktual.com, Senin (13/11).

“Perhitungan kami ada Rp140 triliun per tahun PLN harus bayar listrik swasta akibat kelebihan pembangkit yang tidak beroperasi ini. Karena ada klausul take or pay itu, PLN mengambil kWh nya atau tidak mengambil kWh listrik dari IPP maka tetap harus bayar. Inilah yang saat ini mulai terjadi over supply itu,” jelas dia.
Dadangsah Dapunta

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta