Jakarta, Aktual.com – Appelate Body World Trade Organization (WTO: Organisasi Perdagangan Dunia) telah menilai bahwa tindakan Indonesia atas kebijakan pembatasan impor hortikultura, produk hewan dan turunan dikatakan tidak konsisten dengan aturan GATT 1994, khususnya terkait dengan Pasal 11 ayat (1) GATT mengenai General Elimination on quatitative restriction.
Dalam hal ini Panel Appellate Body WTO meminta Indonesia untuk bertindak konsisten dengan GATT 1994. Putusan Panel Appellate Body WTO ini memperkuat putusan Panel WTO sebelumnya yang diputuskan pada 22 Desember 2016.
Menyikapi hal itu, Kelompok Masyarakat Sipil Indonesia yang terdiri dari Indonesia for Global Justice (IGJ), Bina Desa, dan Serikat Petani Indonesia (SPI) mendesak agar Pemerintah Indonesia untuk segera mencabut komitmen yang merugikan tersebut serta tidak mengikatkan komitmen baru di WTO.
Pasalnya dengan mengacu kepada GATT 1994 membuat posisi Indonesia kalah terhadap Amerika Serikat dan New Zealand di WTO. Artinya perjanjian perdagangan bebas itu tidak memberikan perlindungan dan keadilan bagi petani Indonesia.
“Sesuai dengan aturan WTO, maka Indonesia wajib segera melakukan penyesuaian kebijakan nasionalnya dengan aturan GATT dalam jangka waktu yang dapat dipertanggung jawabkan. Jika tidak dilakukan, maka Indonesia harus memberikan kompensasi kepada New Zealand dan Amerika Serikat yang besarannya disepakati bersama. Jika, masih tidak dicapai kesepakan mengenai bentuk atau besaran kompensasi, maka New Zealand dan Amerika Serikat dapat meminta kepada DSB WTO untuk mengajukan retaliasi atau tindakan balasan terhadap Indonesia,” kata Direktur Eksekutif IGJ, Rachmi Hertanti secara tertulis, Selasa (21/11)
“Tentunya kekalahan Indonesia dalam kasus ini akan membawa dampak besar terhadap kebijakan pangan di Indonesia. Penyesuaian kebijakan pangan Indonesia dengan aturan GATT 1994 akan bertentangan dengan semangat kedaulatan pangan dan merampas kesejahteraan petani,” pungkas Rachmi.
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Eka