Jakarta, Aktual.com – Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyesalkan putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan penganut kepercayaan bisa mencantumkan aliran kepercayaan di kolom agama KTP.
Hal tersebut menyikapi putusan MK mengenai gugatan Pasal 61 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 dan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan yang mewajibkan mengisi kolom agama di Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Ketua Dewan Pertimbangan MUI Din Syamsuddin dalam rapat pleno MUI, menilai MK menggelar sidang gugatan tersebut secara diam-diam.
Kata Din, semua anggota Dewan Pertimbangan MUI, mempunyai rasa kekesalan, kekecewaan dengan keputusan MK yang mengesahkan penghayat kepercayaan masuk kolom agama pada KTP.
Pasalnya keputusan MK tersebut tanpa melibatkan, DPR, Kementerian terkait, ormas Islam dan dibahas secara diam-diam.
“Sayogyanya Kementrian terkait, seperti Kementrian agama diajak mengambil keputusan,” sesalnya di Jakarta, Rabu (22/11).
“Tapi ini diam-diam dan malah Kementrian Agama tidak diundang oleh MK dalam keputusan tersebut. Ini yang kami sungguh sesalkan, bahkan dipertanyakan,” sambung Din.
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu juga melihat, adanya gelagat dan gejala dari MK, melakukan distrosi (pemutarbalikan fakta), deviasi terhadap tafsir konstitusi.
Meski demikian Din mengetahui bahwa MK memang memiliki keweanangan untuk memiliki tafsir bahkan putusanya final dan mengikat.
“Tetapi tidak bisa semena-mena memberikan tafsir yang bertentangan dengan kesepakatan nasional yang telah ada,” terangnya.
Dalam hasil rapat pleno ini, Din memutuskan untuk menyerahkan kepada dewan pimpinan MUI untuk mengeluarkan pandangan dan sikap, serta melakukan langkah langkah kongkret, persuasif agar keputusan MK tidak membawa dampak luas dan negatif dalam kehidupan bangsa khususnya umat islam.
“Oleh karena itu kami secara khusus tidak mengeluarkan pandangan dan sikap secara resmi dan secara tertulis dalam rapat pleno ini,” tutur Din.
Sekedar informasi, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi terkait aturan pengosongan kolom agama pada Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) yang diajukan Nggay Mehang Tana, Pagar Demanra Sirait, Arnol Purba dan Carlim dengan nomor perkara 97/PUU-XIV/2016.
Hal tersebut diatur dalam pasal 61 Ayat (1) dan (2), serta pasal 64 ayat (1) dan (5) UU No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan juncto UU No 24 Tahun 2013 tentang UU Adminduk.
Fadlan Syiam Butho
Artikel ini ditulis oleh: