Jakarta, Aktual.com – Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri mengisyarakatkan bakal menghentikan penyelidikan perkara dugaan ujaran kebencian dan SARA oleh Ketua Fraksi Partai NasDem Viktor Laiskodat.
Mendengar kabar itu, Mangapul Silalahi, pengacara dari pelapor Ketua DPP Partai Gerindra Iwan Sumule, langsung mengkonfirmasi hal tersebut ke penyidik Bareskrim Polri.
“Kami menemui penyidik pak Pardi namanya, karena yang menangani laporan dan memeriksa saksi juga beliau, saya katakan bahwa saya datang kesini meminta SP3,” kata Mangapul di Bareskrim Polri, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (22/11).
Namun, ketika menemui penyidik, Mangapul tidak mendapatkan jawaban dan alasan yang pasti terkait penghentian kelanjutan kasus Viktor Laiskodat.
“Jadi mereka enggak tahu, Kanit juga ditanya, kanit juga enggak tahu. Dia menyatakan yang sama, baru mengetahui dari media. Sehingga mereka sendiri, penyidik yang melakukan penyidikan enggak tahu,” terangnya.
Apabila penyidik memutuskan menghentikan penyelidikan laporan tersebut, sambung Mangapul, seharusnya pihaknya sebagai pelapor diberitahu.
Apalagi, kata dia, penghentian penyelidikan suatu perkara harus melalui mekanisme gelar perkara.
“Saya tadi sedikit protes kalau memang dihentikan, diundang kami sebagai pelapor, lakukan gelar perkara secara terbuka, hadirkan ahli dan lain-lain kalau memang laporan itu enggak bisa diteruskan,” tambah Mangapul.
Sebelumnya, penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri mengisyaratkan tidak akan melanjutkan kasus dugaan ujaran kebencian dan SARA terhadap Ketua Viktor Laiskodat.
Penyidik berdalih terkendala hak imunitas yang dimiliki oleh anggota dewan.
“Pidananya sudah enggak mungkin, karena imunitas. Bukan enggak ada unsur pidana tapi ada hak imunitas yanh melindungi dia (Viktor). Pidana mungkin ada. Tapi dia anggota DPR,” kata Brigjen Herry Rudolf Nahak l di gedung Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jakarta, Selasa (21/11).
Herry menjelaskan, Viktor dalam pidato yang dilaporkan itu ternyata tengah melaksanakan tugas sebagai anggota DPR. Meskipun ketika itu, DPR tengah dalam masa reses.
“Ada surat tugas. Sehingga berlaku hak imunitas yang diatur Undang-undang MD3. Itu berarti hak imunitas anggota DPR,” terang Herry.
Sebab itu, Herry mengatakan pihaknya menyerahkan kasus tersebut kepada Majelis Kehormatan Dewan (MKD). “Kewenangan ada di MKD bukan dipolisi, karena imunitas,” tandasnya.
Fadlan Syiam Butho
Artikel ini ditulis oleh: