Suasana pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Masyarakat (Perppu Ormas) di gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/10). Paripurna DPR RI mengesahkan RUU tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan menjadi undang-undang, pengesahan itu disepakati lewat mekanisme voting setelah upaya musyawarah mufakat tak tercapai. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus, mengkritik para wakil rakyat yang terdapat dalam DPR RI terkait orientasi anggota-anggotanya dalam memilih seseorang sebagai pimpinan DPR RI.

Menurut Lucius, penahanan Setya Novanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan kasus korupsi e-KTP, merupakan bukti bahwa saat ini tidak diperlukan lagi siapa pun bisa menjadi Ketua DPR RI.

“(Penanganan Setnov) juga seharusnya mengonfirmasi bahwa jabatan pimpinan di DPR sama sekali tak terkait langsung dengan kualitas personal seseorang,” ungkapnya dalam keterangan pers yang diterima Aktual.com di Jakarta, Minggu (26/11).

Sejatinya, menurut Lucius, sosok yang terpilih menjadi Ketua atau pimpinan DPR, haruslah sosok yang dinilai mampu meningkatkan harkat dan martabat DPR.

“Jabatan pimpinan justru sangat mungkin justru diraih oleh upaya yang kotor sehingga figur dengan kualitas moral yang rendah pun bisa terpilih,” tegasnya.

Dengan demikian, DPR yang harusnya memiliki tugas utama untuk meringankan beban pikir masyarakat dan salah satu motor dalam menihilkan korupsi, justru melakukan hal yang sebaliknya lantaran memiliki pimpinan intim dengan korupsi.

“Tak tanggung-tanggung mereka membuat jurus jungkir balik demi terlepas dari incaran penegak hukum seperti KPK,” tutupnya.

 

Teuku Wildan

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan