Faisal Basri

Jakarta, Aktual.com – Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia Faisal Basri, mengatakan pembentukan holding (perusahaan induk) BUMN, seharusnya dilakukan melalui kajian mendalam, transparan dan tidak terburu-buru, sehingga di kemudian hari tidak justru berdampak negatif terhadap masyarakat.

“Holding BUMN harus beranggotakan perusahaan yang sehat. Sehingga memberikan nilai tambah, bukan menciptakan mudharat,” kata Faisal saat berbicara pada diskusi “Menakar Untung Rugi Holding BUMN”, di Jakarta, Senin (27/11).

Menurut Faisal, pelajaran dalam pembentukan holding yang sudah terealisasi pada industri semen, perkebunan dan pupuk dapat dijadikan sebagai instrospeksi bagi pemerintah jika ingin melanjutkan pembentukan holding.

Pada holding BUMN Semen, terbukti kinerja keuangan perusahaan malah lebih buruk dibanding sebelumnya. Ada ekspansi usaha ke luar negeri, namun di dalam negeri tidak begitu terjamin.

Demikian juga dengan holding BUMN Perkebunan, belum ada tanda-tanda perbaikan usaha, malah semakin kalah bersaing dengan perusahaan perkebunan swasta.

Untuk itu, tambahnya, dalam pembentukan holding BUMN harus dilihat jenis usahanya jika perusahaan yang merugi atau tidak efisien, seharusnya terlebih dahulu disehatkan melalui restrukturisasi. Sebaliknya, BUMN yang sudah efisien harus terus dikembangkan bukan diganggu dengan menggabungkannya dengan BUMN yang sakit.

“Tidak semua hilirisasi yang ditargetkan dalam Holding BUMN menguntungkan, sehingga harus dikaji lebih mendalam,” tegasnya.

Sebelumnya diberitakan, Menteri BUMN Rini Soemarno sangat ngotot untuk membentuk holding BUMN di sektor tambang.

Holding ini akan dibentuk pada 29 November 2017 melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) meliputi PT Aneka Tambang (Antam) Tbk, PT Bukit Asam Tbk, dan PT Timah Tbk, serta PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) sebagai induk holding.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh: