Wakil Ketua DPR RI Korpolkam Fadli Zon (Dok DPR)

Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah, menilai bahwa sidang praperadilan perdana yang diajukan Ketua DPR RI Setya Novanto dalam kasus dugaan Tipikor KTP elektronik, menjadi momentum merestorasi konsepsi negara hukum selama ini.

Artinya, hukum itu harus berjalan sesuai dengan apa yang tertulis dan apa yang menjadi perundang-undangan berlaku secara formil.

“Hukum tidak boleh kemudian dikotori oleh sensasi atau persepsi yang dibangun melalui ruang publik, tetapi hukum harus dikembalikan pada fatsun- fatsun dasarnya, dia harus jelas, dia harus tertulis, dia harus rijid. Karena disitulah beda antara hukum dan jurnalisme,” kata Fahri saat dihubungi, di Jakarta, Rabu (29/11).

“Jurnalisme itu melibatkan banyak persepsi tetapi hukum tidak boleh terlalu banyak melibatkan persepsi tetapi apa yang menjadi fakta dan alat bukti yang ada,” tambahnya.

Masih dikatakan dia, kalau proses hukum terkait kasus e-KTP maka kemudian penting menjadi pertanyaan bagaimana cara berhitung bahwa Rp2,3 triliun dikatakan sebagai keruguan negara.

“Bagaimana cara menghitungnya, dalam metode apa, siapa yang menghitungnya, dan mana SK tentang perhitungan itu, kalau itu tidak ada maka ini semua hanyalah sensasi yang tidak bertanggung jawab yang sudah merusak dan mencemari nama dari lembaga DPR, tapi pada kenyataannya tidak ada,” papar Fahri.

“Menurut saya siapa yang melakukan ini harus bertanggung jawab ya, dan telah melakukan kebohongan publik kalau kemudian tidak bisa membuktikan,” tegas politikus PKS itu.

Sekedar informasi, dijadwalkan sidang Praperadilan yang diajukan Setya Novanto akan digelar perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis (30/11).

Sidang tersebut akan dipimpin langsung oleh hakim tunggal Kusno.

 

Novrijal Sikumbang

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang