Pekerja menggarap pembangunan Rumah Susun Sewa (Rusunawa) Tingkat Tinggi Pasar Rumput di Jakarta, Rabu (15/11). Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D) Kejati DKI Jakarta mengawal 119 proyek infrastruktur dengan nilai Rp 4,6 triliun untuk memastikan proyek-proyek pembangunan berjalan sesuai ketentuan yang ada sehingga tidak terjadi kerugian negara. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Pengamat Politik asal Universitas Negeri Jakarta (UNJ ) Ubaidilah Badrun, mengomentari menyusutnya lapangan kerja di tengah maraknya pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah.

Pria yang akrab disapa Ubed ini menilai, dari segi kajian politik, masalah ini timbul lantaran pemerintahan Jokowi-JK terlalu asyik mengurus masalah elite politik dan internal partai politik.

Fokus pemerintah pun menjadi terbelah, sehingga mengakibatkan terabaikannya masalah ekonomi di tanah air, termasuk lapangan kerja yang menyusut.

“Karena terganggu, pemerintah sebenarnya tidak efektif karena hanya membenahi partai. Setidaknya ada yang terabaikan,” ujar Ubed usai menjadi pembicara dalam diskusi Perhimpunan Masyarakat Madani (Prima) di Jakarta, Jumat (1/12).

Hal ini diperburuk dengan kesibukan sejumlah menteri kabinet Kerja dengan pelbagai masalah di internal partai politiknya masing-masing. Karenanya, ambisi besar pemerintah untuk membangun infrastruktur pun tak didukung dengan kinerja menteri yang optimal.

Dengan demikian, sangat wajar jika penyerapan tenaga kerja sangat menjadi susut.

“Jadi (harusnya) fokus bagaimana membenahi kebutuhan atau ekonomi rakyat,” tegas Ubed.

Padahal, jelas Ubed, dukungan politik ini menjadi penting untuk menjalankan pemerintahan menjadi lebih efektif.Kalau dukungan makin melemah, maka pemerintahan juga tidak akan efektif.

“Salah satu problemnya adalah pemerintah mengejar target infrastruktur, tapi kemudian tidak mampu menciptakan lapangan kerja baru. Saya kira itu pekerjaan rumah penting,” kata salah satu pendiri Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Jakarta (FKSMJ) ini.

Sebagai informasi, data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyebutkan, serapan tenaga kerja dari investasi yang masuk terus menyusut. Pada 2015 yang terserap mencapai 900 ribu pekerja, lalu turun menjadi 700 ribu pekerja di 2016, dan per Juni 2017 hanya 250 ribu pekerja.

 

Teuku Wuildan

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan