Jakarta, Aktual.com – Produktivitas di era pemerintahan Joko Widoodo-Jusuf Kalla (JK) selama tiga tahun ini terus mengalami perlambatan. Sehingga berdampak pada menurunnya daya beli yang terus alami penurunan. Apalagi kemudian, justru di era Jokowi pekerja informal justru meningkat. Padahal yang positif itu adalah bisa meningkatkan serapan pekerja formal.
“Apalagi sekarang itu, masyarakat sulit untuk dapat lapangan pekerjaan, sehingga daya beli juga menurun. Karena porsi penyerapan yang besar itu sifatnya di sektor informal,” jelas Direktur Eksekutif INDEF, Enny Sru Hartati, di Jakarta, Senin (4/12).
Sektor informal, kata dia, selama sampai Februari 2016 berada di posisi 58,28 persen (70,32 juta), sektor formal 41,72 persen (50,33 juta). Di Agustus 2016 angka sektor informal turun dikit menjadi 57,6 persen (68,2 juta), sementara sektor formal terserap sebesar 42,4 persen (50,21 juta).
“Sedang di Februari 2017 semakin buruk lebih banyak terserap ke sektor informal. Dengan jumlah 72,67 juta atau 58,35 persen. Sementara sektor formal 51,87 juta atau 41,65 pereen,” kata Enny.
Dia menegaskan, di beberapa sektor banyak terjadi penurunan kinerja, sehingga memengaruhi kemamouan konsumsi rumah tangga. Seperti industri pengolahan non migas dua tahun terakhir tumbuh di bawah laju pertumbuhan ekonomi. Akibatnya penyediaan lapangan kerja melambat.
“Sementara di sektro riil, produk fast moving consumer goods hanya tumbuh 2,7 persen (year to date September 2017). Padahal sebelumnya rata-rata pertumbuhan per tahun sekitar 11 persen,” kata dia.
Enny juga menambahkan, upah riil juga stagnan. Sebab upah riil harian buruh tani hanya sedikit mengalami peningkatan, sementara buruh bangunan mengalami penurunan.
“Ditambah lagi, terjadi paradoks peningkatan simpanan dana di perbankan di saat tren bunga simpanan menurun, ini menggambarkan sedang meleesunya dunia usaha,” ungkap dia.
(Reporter: Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Eka