Jakarta, Aktual.com – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengecam kebijakan pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan yang mengatur skema perdagangan gula rafinasi (GKR) dari yang semula sifatnya business to business (B to B) menjadi skeka lelang.

Aturan ini terdapat dalam Permendag Nomor 16/M-DAG/PER/3/2017 tentang Lelang Komoditas Pasar GKR. Kebijakan ini tak cuma menghapus skema B to B tadi, tapi juga adanya sistem lelang termediasi oleh monopoli tunggal penyelenggara lelang tersebut.

“Jadi aturan ini mengingatkan kita pada beberapa dekade lalu ketika lahirnya BPPC (Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh) melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1992 tentang Tata Niaga Cengkeh Hasil Produksi Dalam Negeri. Itu di zaman Orde Baru,” ujar Ketua Apindo Bidang Kebijakan Publik, Danang Girindrawardana di Jakarta, Selasa (19/12).

Kemudian saat itu, cerita dia, ditindaklanjuti dengan Peraturan Menperindag Nomor 114/MPP/Kep/5/1996 tentang Pelaksanaan Tata Niaga Cengkeh. “Justru pada kurun waktu itu, tataniaga cengkeh tidak menunjukkan perbaikan yang berarti dan malah menimbulkan dampak pidana,” cetus dia.

Malah masalah pidana tersebut sampai sekarang, menurutnya, tidak jelas tindaklanjutnya dan harga cengkeh di tingkat petani juga tetap rendah dengan kualitas dan kuantitas yang tidak membaik. Sementara importasi cengkeh masih berlanjut.

“Dan saat ini ada kekhawatiran dari pihak-pihak pelaku industri makanan minuman dan penegak hukum bahwa fenomena BPPC ini akan terulang dengan adanya Permendag 16 tersebut, karena justru akan melahirkan institusi swasta tunggal monopolis,” jelas dia.

Pasalnya, pasar lelang GKR yang sedianya dimulai pada Juni 2017 ini mengalami penolakan massif dari pemangku kepentingan industri besar dan kecil di sektor makanan minuman. Sehingga Kemendag memundurkan pelaksanaannya menjadi bulan Januari 2018.

Bahkan, di dalam Pemerintah sendiripun terjadi friksi pendapat mengenai urgensi penerapan pasar lelang ini. Respon Menteri Koordinator Bidang Ekonomi Darmin Nasution, kata dia, meminta dilakukan peninjauan kembali kebijakan tersebut untuk mendengar aspirasi yang lebih luas dari masyarakat terutama industri pengguna GKR.

“Bahkan, KPK juga sedang dalam proses tela’ah terhadap kebijakan ini, agar bisa dilakukan upaya pencegahan KKN di tubuh pemerintahan Presiden Joko Widodo ini,” dia menegaskan.

Dalam hal ini, Kedeputian Pencegahan KPK berharap tidak perlu muncul lagi adanya perilaku KKN yang massif terjadi yang disebabkan oleh regulasi yang sekedar menguntungkan pihak-pihak tertentu saja.

(Reporter: Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka