Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW), menyatakan keprihatinannya atas keputusan Mahkamah Konstitusi ( MK) terkait hasil uji materi LGBT.
Bahkan Menteri Agama RI juga mengatakan bahwa masyarakat mesti menghormati sekalipun semua agama tidak menyetujui sikap dan perilaku yang berkaitan dengan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).
Menurut HNW, MK memang tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan perluasan pembuatan hukum, tapi harusnya MK sebagai satu-satunya lembaga negara yang oleh Undang-Undang Dasar disyaratkan keanggotaannya diantaranya adalah negarawan. Kenegarawanannya, kata HNW, harusnya memahami betul dan mampu menutup rapat sekecil apapun celah yang bisa merusak sendi-sendi bernegara dan bernegara, merusak Pancasila, Konstitusi dan NKRI.
“Nah, salah satu yang potensial untuk kemudian merusak Pancasila itu adalah LGBT ini. Saya sering sampaikan bahkan kepada Menhan Jenderal Ryamizard Ryacudu bahwa LGBT ini adalah proxy war terhadap Indonesia, ia adalah perang asimetris, perang untuk menghancurkan Indonesia,” ujarnya dihadapan ratusan peserta Sosialisasi Empat Pilar MPR RI bekerjasama dengan Yayasan Al Fida Bengkulu, di Kota Bengkulu, Kamis (21/12).
HNW juga menyampaikan hal tersebut langsung kepada Presiden RI Joko Widodo saat bertemu di Istana Negara agar pemerintah membuat UU atau mendukung DPR untuk membuat UU yang melarang dan menghukum mereka-mereka yang melakukan penyimpangan melalui LGBT.
“Bahkan Presiden Vladimir Putin di negara Rusia tanpa Pancasilapun gak pakai ba bi bu, dia membuat UU yang melarang LGBT karena LGBT dianggap proxi war yang akan merusak dan menghancurkan dari dalam terhadap bangsa dan negara Rusia. Nah, Indonesia punya pancasila, punya sila pertama Ketuhanan yang Maha Esa harus lebih bisa dibuat, tapi itulah kemarin yang terjadi,” katanya.
LGBT, lanjut HNW, bertentangan dengan Pancasila, sila pertama, sila kedua, sila ketiga, bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 pasal 28, terutama terkait dengan masalah hak untuk membuat keturunan, membuat keluarga, karena LGBT pasti tidak akan mementingkan keluarga dan keturunan. Termasuk pasal 28 J ayat 1 dan ayat 2.
“Kalaupun dikatakan bahwa LGBT adalah hak asasi manusia, hak asasi manusia di Indonesia bukan hak asasi manusia yang liberal, hak asasi manusia yang harus juga mempertimbangkan hak asasi manusia yang lain, yang harus mempertimbangkan hak asasi manusianya dan juga harus merujuk pada agama yang diakui di Indonesia, dan tiada satu agamapun yang membolehkan LGBT dan membuat fatwa praktekanlah LGBT maka anda masuk surga,” katanya.
LGBT, tambah HNW juga bertentangan dengan Perpu Nomer 2 tahun 2017 yang sekarang menjadi UU tentang keormasan. Disana ada kondisi ancaman dimana seseorang atau ormas bisa dikenakan pasal pidana terkait dengan UU keormasan dengan hukuman pidana minimal lima tahun sampai seumur hidup, salah satunya adalah mereka yang melakukan penistaan terhadap agama, salah satu bentuk penistaan adalah praktek LGBT sebab tidak ada agama apapun yang mengijinkan praktek LGBT.
“Sekarang memang bolanya di DPR, difraksi PKS sendiri di DPR RI sudah berkomitmen untuk berjihad mengawal, membuat UU yang bisa mengkriminalkan dan menghukum mereka yang melakukan penyimpangan seksual semacam ini, untuk menyelamatkan Indonesia, menyelamatkan NKRI dengan segala yang ada di sana,” pungkasnya.
Nailin Insaroh
Artikel ini ditulis oleh: