Pakar Ekonomi-Politik Universitas Bung Karno, Salamudin Daeng, punya cerita yang cukup mengagetkan para peserta Diskusi Akhir Tahun 2017 bertema Peran Media Massa Menyorot Papua Dalam Perspektif Polkam, Sosial-Ekonomi dan Media Massa. Daeng mulai dengan sebuah catatan yang cukup informatif mengenai asal-usul Papua yang sempat bernama Irian Jaya. Sampai ke betapa kuatnya cengkaraman kolonialisme asing seperti sepak-terjang Freeport, British Petroleum dan beberapa korporasi asing lainnya.
Simak silengkapnya presentasi Salamudin Daeng dalam Diskusi yang diprakarsai Global Future Institute (GFI) dan Lembaga Studi Strategis Indonesia (LSII). Kamis 28 Desember 2017.
Dalam website Papua.co.id disebutkan bahwa Papua adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di pulau Nugini bagian barat atau west New Guinea. Papua juga sering disebut sebagai Papua Barat karena Papua bisa merujuk kepada seluruh pulau Nugini termasuk belahan mur negara tetangga, east New Guinea atau Papua Nugini. Provinsi ini dulu dikenal dengan panggilan Irian Barat sejak tahun 1969 hingga 1973, namanya kemudian diganti menjadi Irian Jaya oleh Soeharto pada saat meresmikan tambang tembaga dan emas Freeport, nama yang tetap digunakan secara resmi hingga tahun 2002.
Asal kata Irian adalah Ikut Republik Indonesia An -Netherland. Kata Papua sendiri berasal dari bahasa melayu yang berar rambut keriting, sebuah gambaran yang mengacu pada penampilan fisik suku-suku asli.
Pada era reformasi nama provinsi ini diganti menjadi Papua sesuai UU No 21/2001 Otonomi Khusus Papua.
Pada masa era kolonial Belanda, daerah ini disebut Nugini Belanda (Dutch New Guinea). Pada tahun 2004, disertai oleh berbagai protes, Papua dibagi menjadi dua provinsi oleh pemerintah Indonesia bagian mur tetap memakai nama Papua sedangkan bagian baratnya menjadi Irian Jaya Barat yang sekarang menjadi Provinsi Papua Barat.
Papua bergabung dengan Indonesia tahun 1963 setelah melalui serangkaian tekanan militer kepada Belanda (1961) dan diplomasi yang melibatkan pihak Amerika Serikat dan Perserikatan Bangsa Bangsa.
Papua merupakan wilayah yang kaya, sama seperti wilayah Indonesia lainnya. Papua memiliki sumber daya alam terlengkap, seperti kekayaan mineral, minyak, gas, hasil hutan dan perkebunan. Kekayaan alam Papua yang terbesar adalah pertambangan emas perak dan tembaga. Namun setiap jengkal tanah Papua ini telah habis dibagi bagikan dalam bentuk kontrak dan ijin eksploitasi kekayaan alam kepada perusahaan tambang, perusahaan minyak, perusahaan kehutanan dan perusahaan
perkebunan.
Celakanya, Pulau terbesar dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ini telah dikuasai oleh perusahaan swasta dan sebagian besar adalah swasta asing.
Sekadar gambaran secara lebih rinci. Penguasaan investor atas kekayaan alam Papua sebagai berikut ;
Kontrak Karya (KK) Freeport seluas 2,6 juta hektar, Hak Penguasaan Hutan (HPH) seluas 15 juta Hektar, Hutan Tanaman Indistri (HTI) seluas 1,5 juta hektar, ijin Perkebunan dalam bentuk Hak Guna Usaha (HGU) seluas 5,4 juta hektar.
Seluruh ijin ekploitasi kekayaan alam tersebut luasnya setara dengan 57 persen luas daratan Papua. Belum termasuk kontrak migas. Sebagaimana diketahui bahwa perusahaan minyak terbesar yang sekarang beroperasi di Papua adalah British Petroleum (BP) yang menguasai Gas Tangguh di Teluk Bintuni Papua Barat.
Pada tataran ini, saya sejalan dengan Letjen Suharto bahwa terjadinya kontras antara kekayaan alam Papua yang begitu melimpah-ruah dengan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang sangat miskin.
Papua merupakan salah satu daerah di Indonesia yang kaya akan sumber daya alam namun sebagian besar masyarakatnya miskisn. Memang keadaan yang sama juga dialami oleh daerah lainnya yang kaya SDA seper Kalimantan Timur, Riau, Nusa Tenggara Barat, Maluku, yang merupakan jejeran daerah termiskin yang kaya sumber daya alam. Hilangnya akses masyarakat terhadap kekayaan alam di sekitar mereka, tingginya eksternalitas akibat dari ekploitasi sumber daya alam termasuk di dalamnya kerusakan lingkungan, serta tidak adanya industrialisasi yang membuka akses lapangan pekerjaan
secara luas menyebabkan masyarakat sekitar lokasi investasi jatuh miskin. Meskipun pemerintah pusat telah memberikan alokasi Dana Otonomi Khusus 2 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat yang sangat besar. Bahkan APBNP tahun 2016 rencana akan dialokasikan sebesar Rp 7,765 triliun (sebelumnya Rp 7,0 triliun). Namun tidak menolong keadaan.
Alokasi Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat itu dibagi 70% atau Rp 5,435 triliun untuk Provinsi Papua dan 30% atau Rp2,329 triliun untuk Provinsi Papua Barat. Selain itu, pemerintah juga memberikan Dana Tambahan Infrastruktur dalam rangka Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat Rp3,375 triliun.
Jumlah dana tambahan infrastruktur ini dibagi masing-masing untuk ProvinsiPapua sebesarRp2,261triliun,dan Provinsi Papua Barat sebesar Rp 1,113 triliun.3 Sebagai perbandingan pada APBNP 2015, dana tambahan infrastruktur untuk Provinsi Papua sebesar Rp 2 triliun, dan untuk Provinsi Papua Barat sebesar Rp 500 miliar.
Namun alokasi dana yang besar tersebut belum berbanding lurus dengan upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat Papua dan juga Papua Barat.
Rendahnya kemampuan pengelolaan anggaran, masih tinggiinya penyimpangan dan korupsi menjadi penyebab semakin merosotnya kesejahteraan rakyat Papua. Peningkatan anggaran Otonomi Khusus dari waktu ke waktu tidak memiliki korelasi positif terhadap peningkatan kesejahteraan dan keadilan sosial.
Inilah gambaran yang sangat ilustratf mengenai aspek paling krusial tentang Papua dalam perspektif Sosial-Ekonomi. Untuk lebih lengkapnya, bisa dibaca dalam makalah yang saya sampaikan kepada panitia diskusi bertajuk Masa Depan Papua dan Freeport.
Yang mau saya tegaskan, kehadiran Freeport di Papua memang bukti nyata kolonialisme dan imperialisme Amerika di Papua.
Siapa Perusahaan Freeport yang berhasil mengacak acak kedaualatan Indonesia? Freeport merupakan salah satu perusahaan raksasa dalam sektor pertambangan kelas dunia yang beroperasi di
Papua. Satu diantara perusahaan tambang besar multi-nasional yang ada di Indonesia.
Perusahaan tambang raksasa lainnya adalah Newmont (NYSE:NEM), Vale (NYSE:VALE), BHP Billiton (NYSE:BHP), dan ERAMET (EPA:ERA). Perusahaan perusahaan tersebut diatas menyumbangkan sedikitnya 6 % terhadap GDP Indonesia. secara keseluruhan pertambangan menyumbangkan 12 terhadap GDP(resourceinves ngnews.com).
Pada mulanya, Freeport McMoRan didirikan pada 1912 untuk menambang belerang (sulphur) di Amerika Serikat untuk penjualan di Italia. Freeport mendapatkan penghargaan dari pemerintah Amerika Serikat karena menyuplai belerang bagi produksi senjata selama perang dunia pertama (PD I).
Sepanjang hayatnya perusahaan Freeport berganti-ganti nama sesuai jenis penambangan mineral yang dieksploitasinya. Nama Freeport Sulphur Company pada 1971 bergan menjadi Freeport Minerals
Company. Paul W. Douglas jadi presiden pada 1975 dan pada 1981 menemukan tambang emas di Jerrit Canyon, Nevada, mendirikan Freeport Gold Company.
Perusahaan ini menambang berbagai jenis tambang seperti mangan, uranium, kaolin, belerang, nikel, potassium, fosfat, batubara, emas. Penguasaannya sampai ke Australia (emas, nikel), dan Cuba (nikel). Perusahaan ini juga merambah ke minyak dan gas bumi, pupuk nitrogen. Sayap bisnis Freeport lainnya adalah pembangunan kota, terminal kereta api dll.
Freeport memang salah satu perusahaan tambang Amerika Serikat terbesar yang beroperasi di Indonesia saat ini. Perusahaan tambang lainnya yang juga cukup kaya adalah PT. Newmont Nusa Tenggara di Nusa Tenggara Barat (NTB). Kedua perusahaan ini menguasai lebih dari 95 % ekspor tembaga, emas dan perak dari Indonesia.
Dalam laporan keuangan perusahaan Freeport dinyatakan bahwa total asset Freeport-McMoRan Inc. pada tahun 2014 mencapai US $ 58.795 billion menurun dibandingkan 2013 senilai US$ 63.473 billion. Sementara utang perusahaan pada tahun 2014 mencapai US $ 18.970 billion, menurun dibandingkan tahun 2013 senilai US $ 20.706 billion.
Perusahaan nasional yang memiliki asset yang mendekati nilai asset Freeport adalah PT. Pertamina Persero dengan total asset sekitar US$ 50 miliar dan PT PLN sekitar 1 billion dolar. Freeport tidak hanya bergerak dalam sektor pertambangan mineral, namun juga bergerak dalam sektor migas.
Tahun 2014 Freeport McMoran mendapatkan revenue dari tambang tambangnya termasuk minyak di seluruh dunia senilai US $ 21.438 miliar, salah satunya diperoleh dari Indonesia mining senilai US$ 3.071 miliar atau mencapai 14.33 % dari total nilai penjualan perusahaan ini.
Bagi Freeport saat ini lebih memerlukan kepastian dari pemerintah Indonesia atas perpanjangan kontrak mereka. Ini untuk memperbaiki kredibilitas pasar keuangan mereka yang tengah merosot. Harga saham Freeport telah jatuh pada ngkat yang paling rendah sementara kewajiban yang di mbukan oleh utang perusahaan ke pasar keuangan sangat nggi. Pantas kalau disebut bahwa tahun ini dan ke depan adalah tahun-tahun kepanikan.
Editor: Hendrajit