Jakarta, Aktual.com – Pemerintah terus ngotot untuk melakukan holding BUMN. Dimana belum lama ini, pemerintah sudah memaksakan terbentuknya holding BUMN pertambangan dengan menjadikan PT Inalum sebagai perusahaan holdingnya.
Sedang yang menjadi anak usahanya adalah tiga BUMN tambang yang sudah dicabut status perseronya, yakni PT Aneka Tambang Tbk, PT Bukit Asam Tbk, dan PT Timah Tbk.
Selain itu, kini pemerintah kembali ngotot membentuk holding BUMN energi dimana PT PLN (Persero) dan PT PGN (Persero) Tbk akan menjadi anak dari BUMN yang jadi holdingnya yaitu PT Pertamina (Persero).
Tetapi langkah tersebut di mata Wakil Ketua Komisi VI DPR, Inas Nasrullah Zubir, dinilai sebagai bentuk sikap mengada-ada dan otoriter atau sewenang-wenang dari pemerintah. Bentuk kesewenang-wenangan dan mengada-ada dari pemerintah itu karena adanya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2016 itu. Salah satunya terkait saham istimewa.
“Ini tentu kesewenang-wenangan. Misalkan satu persen saja saham pemerintah pada anak perusahaan BUMN, ia (pemerintah) bisa mengintervensi kebijakan pada anak perusahaan BUMN itu. Padahal anak perusahaan BUMN itu swasta, ada saham publiknya,” cetus Inas di Jakarta, Senin (8/1).
Inas pun memberi contoh ketika pemerintah akan menaruh saham istimewa pada PGN hingga pemerintah bisa mengintervensi PGN secara langsung tanpa melalui induk usaha.
Padahal tegas Inas, di perusahan PGN terdapat saham publik yang mesti dihormati oleh pemerintah.
Ditambah lagi, kata dia, delik saham istimewa itu juga tidak ada acuannya dalam undang-undang (UU) BUMN maupun UU Keuangan Negara. Sehingga pemerintah telah bertindak mengada-ada dan sewenang-wenang tanpa mengacu kepada UU.
“PP 72 Tahun 2016 itu perubahan dari PP 44 Tahun 2005 itu, tapi mengacu ke UU mana? Pemerintah tidak boleh seenaknya begitu saja,” kecam dia.
PP 72 menyebutkan, dalam hal kekayaan negara berupa saham milik negara pada BUMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN lain, sehingga sebagian besar saham dimiliki oleh BUMN lain, maka BUMN tersebut menjadi anak perusahaan BUMN dengan ketentuan negara wajib memiliki saham dengan hak istimewa yang diatur dalam anggaran dasar.
“Jadi, jelas PP tersebut mengatur saham istimewa pemerintah pada anak usaha BUMN. Artinya sekecil apapun saham pemerintah pada anak perusahaan BUMN akan mampu mengintervensi anak perusahaan tersebut,” kata dia.
Tapi berbeda kondisi saat ini, bahwa PGN masih menjadi perusahaan BUMN karena sebagian besar sahamnya masih dimiliki oleh pemerintah, sehingga pemerintah berhak melakukan intervensi.
“Harusnya pemerintah tidak sewenang-wenang, tentu saja ini mendegradasi kepercayaan publik kepada pemerintah. Dan telah merusak iklim investasi,” kecam dia.
Pewarta : Busthomi
Artikel ini ditulis oleh:
Bawaan Situs